Filumeni, Apa Itu?

Agus Surono

Penulis

Filumeni, Apa Itu?

Intisari-Online.com - Mungkin kata filumeni belum akrab di telinga. Padahal ia sesaudara dengan filateli. Jika filateli yang dikoleksi prangko, maka filumeni adalah kegiatan mengumpulkan label atau etiket korek api.

Filumeni (phillumeny) berasal dari kata philos atau phileein (Yunani) artinya mencintai atau menggemari dan lumen (bahasa Latin) yang berarti cahaya. Secara luas filumeni kemudian mempunyai makna kegiatan mengoleksi etiket atau label kotak korek api.

Meski sempat populer, masyarakat lebih mengenal filateli daripada filumeni. Kata itu pun belum terserap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka. Padahal, selain India dan Cina, Indonesia adalah pemakai korek api terbesar di dunia.

Hobi ini pernah ngetop pada zaman kolonial Belanda. Filumeni dibawa oleh orang-orang Barat, khususnya Belanda, ke Indonesia yang dulu masih bernama Hindia Belanda. Hobi ini menyusup ke kalangan remaja melalui sekolah dan organisasi kepemudaan, seperti kepanduan (pramuka) yang saat itu disebut "padvinderij".

Kegemaran mengoleksi label korek api ini lenyap bersamaan dengan invasi Jepang ke Hindia Belanda tahun 1942 - 1945. Penyebabnya adalah terhentinya impor korek api dari Eropa, terutama Belanda dan Swedia. Juga waktu itu masyarakat disibukkan dengan mesin perang Asia Timur Raya yang dipicu oleh Jepang.

Kini, "rek jres" itu harus bersaing dengan korek api gas, seperti Zippo. Filumeni pun semakin tenggelam kabarnya.

Namun tidak demikian halnya dengan negara lain. Di sana filumeni tetap bertahan sampai sekarang. Di Belanda bahkan semakin berkembang tukar menukar atau transaksi jual beli etiket atau label tersebut, baik sesama warga negara maupun dengan orang asing. Selain orang per orang, kegiatan itu juga diagendakan dalam sebuah bursa setiap 4 - 5 kali setahun.

De Verzamelaar, organisasi filumeni di Belanda, malah menerbitkan majalah triwulanan yang memuat artikel-artikel tentang segala sesuatu mengenai dunia perfilumenian. Dalam salah satu nomernya, dibahas mengenai korek api kuno yang teks etiketnya ditulis dalam bahasa Indonesia "tempo doeloe". Korek api ini diproduksi antara tahun 1898 - 1899, lengkap dengan foto dan dokumen pendukungnya.

Ajang promosi

Korek api yang dimanfaatkan bisa berasal dari berbagai merek dan jenis, apakah itu jenis kotak maupun cover match. Perlu diingat, korek api yang suatu saat melimpah di pasaran bisa menjadi barang langka di kemudian hari. Korek api yang bagi kita mungkin hal biasa, akan menjadi luar biasa di mata filumenis asing.

Ambil contoh korek api seri Olimpiade Atlanta '96 yang terdiri atas 100 seri, sesuai dengan nomor yang dipertandingkan. Filumenis asal Amerika Serikat sangat menggandrungi korek api tersebut. Katanya, tidak ada produsen AS yang memanfaatkan momen tersebut untuk membuat korek api bertema Olimpiade Atlanta.

Sama seperti filateli, filumeni juga bisa menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan. Coba perhatikan dengan saksama, gambar-gambar pada kotak korek api banyak yang menarik. Seri yang diterbitkan berkaitan dengan dunia flora dan fauna, budaya, olahraga, ilmu pengetahuan dan teknologi, pariwisata, lingkungan hidup, dll.

Bahkan beberapa orang atau lembaga memanfaatkan sebagai media promosi. Di Prancis malah dipakai sebagai media iklan cewek-cewek seksi. Sementara ada negara yang menggunakan korek api untuk iklan layanan masyarakat. Ini bisa dicontoh negara kita yang saat ini sedang gencar memerangi narkoba. Efektivitasnya tentu akan semakin menggigit kalau hobi filumeni juga digalakkan.

Ada kalanya korek api yang kita miliki sudah tidak diproduksi lagi. Korek api yang sudah tidak diproduksi seperti itu akan menjadi komoditi yang berharga dan banyak diburu kolektor.

Sejarah korek api sudah dimulai sejak John Walker menciptakan "congreves", korek api pertama yang terbuat dari belerang. Sementara kotak korek api sendiri baru muncul tahun 1889 ketika Joshua Pusay membuatnya dari kardus. Tahun 1895, kotak itu sudah menjadi ajang promosi. Yang punya hajat adalah Mendelson Opera Company. Bagian atas (muka) berisi foto Thomas Lowden, trombonis dan bintang komedian grup tersebut. Bagian bawah (belakang) berisi tulisan, "A cyclone of fun - powerful caste - pretty girls - handsome ward-robe - get seats early".

Sampai sekarang promosi seperti itu masih dipakai. Bahkan bisa dikatakan paling populer di Amerika. Ada masa jenuh memang. Toh inovasi bintang film nampang berhasil memecahkan kejenuhan itu. Mereka yang nampangdi "papan iklan" terkecil di dunia itu adalah Katherine Hepburn, Slim Summerville, Richard Arden, Ann Harding, Zazu Pitts, Gloria Stuart, Constance Bennett, Irene Dunne, Frances Dee, dan George Raft.

Kotak korek api menjadi bentuk iklan paling populer lebih dari 40 tahun. Di Amerika, pengiklan menggunakan kotak kecil itu untuk memromosikan setiap aspek Amerika seperti penerbangan, bank, bir, cerutu dan rokok, restoran, bintang film dan radio, minuman ringan, dan tentu saja si pembuat korek api tersebut. Pokoknya setiap bisnis, produk, dan jasa - dari A sampai Z - menggunakan kotak korek untuk beriklan.

Sebagai barang koleksi, kotak korek api baru memperoleh perhatian mulai tahun 1930-an. Di dukung oleh pengaruh Eropa, kotak dan label korek api menjadi populer selama kuartal pertama abad ke-20 di Amerika dan Kanada. Selama tahun 1940-an sampai 1950-an, kolektor di kedua negara tersebut membengkak sampai lebih dari satu juta orang. Kebanyakan mereka tidak terorganisir. Bill Gilmartin dalam artikelnya di Mirror Magazine menyatakan bahwa hobi mengoleksi kotak korek api sebagai hobi yang tercepat perkembangannya di Amerika Serikat. "Kolektor korek api hanya bisa disaingi oleh kolektor prangko," tulisnya.

Seperti prangko, kotak korek api itu juga disusun berdasarkan kategori tertentu. Seorang kolektor yang serius bisa membuat 600 macam kategori, mulai dari penerbangan sampai kebun binatang. (Intisari)