Find Us On Social Media :

Aren, Sang Pohon Emas

By J.B. Satrio Nugroho, Jumat, 23 November 2012 | 11:40 WIB

Aren, Sang Pohon Emas

Intisari-Online.com - Suatu ketika, salah seorang Wali Songo, yaitu Kanjeng Sunan Bonang, telah mengisyaratkan kepada seorang berandalan bernama Loka Jaya alias Raden Said bahwa pohon aren dapat “berubah” menjadi emas yang berkilau-kilau.

Kalau Sunan Bonang menyandingkan aren dengan emas, kiranya tidak berlebihan. Bukan hanya benilai tinggi dan mengagumkan bak emas, tapi juga mendukung keberlangsungan lingkungan hidup. Sifat akar aren yang menghunjam ke tanah menarik air tanah dan membentuk sumber mata air.

Pohon aren (Arenga pinnata) bukanlah tumbuhan yang sulit ditemui. Salah satu sebabnya, karena aren bukanlah tumbuhan yang rewel; dia bisa tumbuh subur di tengah pepohonan lain dan semak-semak, di dataran, lereng bukit, lembah, dan gunung hingga ketinggian 1.400 mdpl. Pohon yang juga dinamakan enau ini juga bukan tumbuhan yang mudah sakit dan kebal hama, sehingga tidak membutuhkan pestisida.

Di Indonesia, populasi aren terbesar ada di Pulau Sulawesi, mulai dari Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara sampai ke Tanah Toraja dan seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Populasi aren juga banyak terdapat secara sporadis di wilayah Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.

Di Pulau Jawa, aren banyak ditemui mulai dari Lumajang (Jawa Timur) dan beberapa daerah di Pantai Selatan sampai di Tuban di Pantai Utara Jawa Timur. Di Jawa Tengah, tumbuhan aren banyak terdapat di daerah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Jawa Barat, aren tersebar di beberapa daerah, seperti Ciamis.

Dari semua hasil yang bisa diperoleh dari aren, nira aren dan produk olahannya yang menjadi produk unggulan. Nira adalah cairan manis yang mengucur keluar dari tandan bunga aren yang dilukai/diiris.

Setiap pohon aren dapat menghasilkan nira rata-rata sekitar 20-25  liter per pohon per hari. Bandingkan dengan produksi nira kelapa yang sekitar 3-5 liter per pohon per hari. Di Nunukan, setiap pohon yang dikelola perajin nira aren menghasilkan rata-rata 10-15 liter per pohon per hari.

Produk olahan nira aren berupa gula aren nilainya paling tinggi dibandingkan dengan gula merah lainnya. Produsen gula aren masih mengolahnya secara tradisional, yang dicetak dalam bentuk separuh batok kelapa, kotak, silinder, atau lempeng. Gula aren merupakan gula murni yang tidak menggunakan bahan kimia pengawet, pewarna, atau aroma dalam pengolahannya.

Prospek produksi gula dari nira aren sangat menggiurkan. Mari kita hitung: setiap 5-7 liter nira bisa menghasilkan 1 kg gula merah. Kalau setiap pohon aren menghasilkan 10-15 liter nira, berarti setiap pohon aren bisa menghasilkan antara 2-3 kg gula merah per hari.

Kalau pohon aren ditanam secara intensif, misalnya dengan jarak tanam 5 x 10 meter persegi, untuk satu hektare lahan akan berisi sekitar 200 pohon aren. Seandainya hanya 50 persen saja yang bisa menghasilkan nira dan dikelola, maka akan didapat 50% x 200 pohon per hektare x 2-3 kg per pohon per hari; yaitu antara 200-300 kg gula aren untuk satu hektare kebun per hari.

Jika harga gula aren Rp10.000 per kg (untuk gula aren grade A bahkan mencapai Rp15.000), maka dari lahan satu hektare bisa menghasilkan antara Rp2 juta sampai Rp3 juta setiap harinya. Setahunnya, bisa mencapai 1 miliar! Menggiurkan, bukan?

Itu baru dari gula. Nira aren juga sangat berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil yang terus disedot dan bisa habis. Nira aren bisa diolah menjadi bioetanol.