Penulis
Intisari-Online.com - Untuk sebuah adegan film, kadang sutradara memasukkan peran hewan. Menempatkan hewan sebagai pemain film tentu bukan hal yang mudah. Apalagi jika hewan tersebut harus melakukan adegan tertentu. Kalau hewan yang dimaksud adalah anjing, misalnya, tentu persoalan jadi ringan karena kru film bisa menggunakan anjing yang terlatih. Tapi kalau hewan yang dipakai adalah hewan buas atau liar, atau hewan yang “tidak lazim” seperti kadal, kupu-kupu, atau semut? Bagaimana mereka mau dilatih?
Inilah saatnya Ray turun tangan. Ray yang bernama lengkap Ray Choeruddin atau lebih dikenal dengan nama Ray Animale ini mempunyai profesi yang unik sekaligus langka: pengarah gaya binatang. Hampir semua binatang pernah dikoreografi oleh Ray untuk keperluan pengambilan gambar film dan iklan televisi. Bisa dibilang, Ray urun rembuk di hampir semua produksi film dan iklan Indonesia yang melibatkan binatang.
Pria jangkung berambut gondrong ini sudah menggeluti profesi pengarah gaya binatang sekitar 17 tahun. Hal itu bermula pada 1995, ketika Indonesia dilanda demam reptil. Ketika hampir semua pecinta reptil menggendong reptil impor di pundaknya, Ray justru menggendong reptil lokal. “Bukan karena saya enggak sanggup beli yang impor, tapi saya sengaja ingin mengangkat derajat reptil lokal." Jadilah, ketika yang lain menimang iguana, Ray menggendong biawak.
Kedekatannya dengan dunia binatang sejalan dengan latar belakang pendidikannya di Institut Kesenian Jakarta Jurusan Sinematografi, pada 1995. Banyaknya teman kampus yang berkecimpung di dunia sinematografi, kadang membutuhkan beberapa hewan peliharaan Ray untuk keperluan pengambilan gambar film. “Dulu aku memang memelihara banyak hewan yang enggak lazim, seperti burung gagak, burung raja udang, ular, biawak, buaya, dan monyet,” kisahnya.
Ketika menangani binatang-binatang ini, orang langsung berpikir Ray memelihara mereka dari kecil, karena jinak dan bisa dipanggil. “Padahal aku pelihara dari besar,” Ray mengaku.
Kemampuan Ray dalam menata gerak binatang ini semakin dikenal oleh insan perfilman. Setiap kali membutuhkan pemain film berupa binatang, Ray yang menanganinya. Tahun 1999 adalah titik ketika Ray semakin dikenal sebagai pawang binatang. Ia bergabung dalam tim kreatif acara "Fenomena Hewan" di Kuis Gallileo. Sejak saat itu, Ray semakin getol mengamati tingkah laku hewan, apa pun itu.
Karena kemampuan ini pula, Ray kadang dianggap punya “ilmu” sehingga binatang mau menurut kepada dia. Padahal, tegas Ray, yang dilakukan adalah memahami psikologi hewan tersebut, untuk kemudian dimanipulasi sehingga mampu melakukan gerakan sesuai keinginan sutradara.
Selain sifat alami yang dimanipulasi, Ray ternyata punya trik-trik tertentu untuk mengarahkan gaya para binatang ini. Ray mencontohkan, untuk keperluan pengambilan gambar iklan sabun pencuci piring, adegannya adalah kucing datang menghampiri piring yang sudah dicuci dan diletakkan di rak, kemudian menjilati piring tersebut. “Jadi ceritanya piringnya masih bau amis sehingga kucing pun masih mengendus baunya,” terang Ray.
Yang dilakukan Ray adalah mengolesi piring tersebut dengan minyak ikan, sehingga kucing benar-benar tertarik dengan baunya, kemudian menjilatinya. “Tapi itu enggak didapet dalam sekali take. Perlu ratusan kali. Apalagi sebelum naik ke rak piring si kucing harus berjalan lurus, kemudian belok kanan, sebelum naik ke rak dan menjilati piring,” kata Ray.
Bukan hanya kucing, Ray juga pernah menangani pengambilan gambar film yang melibatkan harimau, beruk, gajah, burung, kupu-kupu, bahkan semut! “Ada triknya, dan itu hasil dari coba-coba terus. Kalau ada yang mau tahu caranya, silakan datang ke saya dan akan saya ajari,” sahut Ray sedikit bermain rahasia.
Seperti halnya psikologi manusia, psikologi hewan pun mengenal yang namanya repetisi atau perulangan. “Hewan juga perlu dibiasakan melakukan sesuatu, sehingga dia paham instruksi atau apa yang harus dia lakukan,” terang Ray.
Prinsip utama yang dipegang Ray adalah bahwa perlakuan yang dia berikan pada hewan yang sedang dia arahkan tidak sampai menyakiti secara fisik. “Kalau hewan buas, ilmu militer harus keluar,” katanya. Yang dimaksud “ilmu militer” adalah menundukkan dominasi hewan tersebut bahwa dia tidak berkuasa terhadap manusia. “Tundukkan secara psikologis. Tak perlu melukai,” kata Ray mantap.