Dari Pintu ke Pintu

Nur Resti Agtadwimawanti

Penulis

Dari Pintu ke Pintu

Intisari-Online.com-Di awal peradaban, sebut saja Mesopotamia, tradisi membanting pintu saat marah pasti belum ada. Sebab pintu masih berupa kulit hewan atau kain. Pintu dari batu atau perunggu baru muncul ketika martusia mulai mampu membangungedung-gedung monumental. Di Pompeii ada peninggalan pintu terbuat dari marmer, yang kemungkinan besar berasal dari masa pemerintahan Kaisar Agustus di awal abad I.Bahkan sebuah pintu perunggu berukuran 8 x 2,5 m masih terpasang di Gedung Pantheon (tahun 112) di Roma. The British Museum juga memiliki koleksi sebuah pintukayu berukuran 2,4 x 1,2 m dari Mesir yang telah berusia 3.000 tahun. Jadi, pintu memang telah menjadi kebutuhan manusia sejak lama.Pintu-pintu purba di Roma atau Yunani menggunakan teknologi engsel yang masih sederhana, yang dipasang di atas dan bawah daun pintu. Barangkali supaya bisa memilih hendak dibuka dari atas, atau dari bawah. Pintu kayu yang populer sampai sekarang, sejak dulu pun sudah ngetop di Mesir dan Mesopotamia. Konstruksinya hampir tak beda dengan pintu yang kini kita kenal, terdiri atas balok vertikal dan horizontal sebagai ambangnya. Bahkan terkadang dilengkapi dengan kunci dan engsel.Pintu perunggu tidak hanya bertahan dan berkembang di zaman Romawi dan Yunani, tetapi terus dipakai sampai abad XX. Di Romawi, misalnya, pintu perunggu yang digunakan biasanya berdaun ganda, tetap dengan poros atas-bawah. Model pintu seperti ini ternyata dipertahankan saat kejayaan Kekaisaran Romawi bergeser ke Byzantium. Buktinya bisa dilihat pada pintu Katedral Aya Sophia di Istanbul, salah satu bangunan monumental dalam sejarah peradaban manusia, buatan tahun 537.Teknik cor perunggu itu menyebar ke Eropa, terutama ke Jerman dan Italia Selatan. Salah satunya pintu cor perunggu di Katedral Hildesheim yang dipenuhi relief cerita sejarah. Sementara kawasan Eropa Barat Laut baru mulai menggunakan pintu perunggu pada abad XVIII. Malah di Amerika Serikat baru 1863, saat dipasangnya pintu perunggu pertama di Gedung Capitol, Washington D.C. Mengingat mahalnya, mustahil orang kebanyakan mampu membeli pintu perunggu yang demikian.Pada masa Gotik (mulai pertengahan abad XII), yang ciri khasnya berupa bentuk-bentuk runcing tinggi, pintu tersusun dari beberapa balok kayu vertikal yang ditempelkan pada kerangka. Karena beratnya, pintu Gotik membutuhkan engsel yang besar-besar dari besitempa. Bahkan terkadang untuk memperkuat daya pegangnya, engsel dilengkapi lempeng besi yang menjepit pintu sampai setengah lebarnya. Namun khusus untuk pintu ruangan penting, engsel-engsel yang besar ini dipercantik bentuknya meniru gulungan surat kuno.Memasuki zaman Renaissance (1350 - 1650), arsitektur pintumenggunakan papan. Selain lebih ringan dan tidak melengkung, pintu papan juga lebih leluasa untuk diberi dekorasi. Pada abad XVII Prancis mulaimemperkenalkan pintu kaca yang semula adalah perpanjangan jendela hingga ke lantai. Tak heran bila dalam waktu dekat, dari bangsa yang terkenal romantis dan pesolek ini kemudian muncul pintu bercermin. Di daerah Wild West Amerika, abad XIX adalah masa kejayaan pintu ayun yangtingginya cuma separuh dan dipasang di tengahketinggian kusen (ingat saja film koboi).Ragam pintu terus berkembang. Ada pintu Belanda - yang terdiri atas bagian atas dan bawah, sepertiyang banyak terdapat di daerah pecinan di Indonesia. DiAsia Timur, Cina misalnya, pintu terbuat dari papan utuh di bagian bawah, sedangkan bagian atas menggunakan "teralis" kayu yang ditutup kertas. Serupa dengan Cina, pintu tradisional Jepang shoji juga menggunakan materi kertas. Pintu geser berangka kayu berdinding kertas itulah yang mengilhami pintu geser modern. Menemani pintu geser, inovasi lain pintu abad XIX dan XX adalah pintu putar, pintu lipat, pintu kanopi dengan poros di atas kerangka, dan pintu gulung (rolling door). (Intisari)