Penulis
Intisari-Online.com- Bisa dibilang pengobatan sendiri merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit, sebelum akhirnya memutuskan mencari pertolongan ke petugas kesehatan. Bila dilakukan dengan benar, pengobatan sendiri bisa sangat berguna. Sebaliknya, bila dikerjakan serabutan, bukannya mengobati malah tambah bikin sakit.
Ada beberapa nilai plus bila kita menerapkan pengobatan sendiri. Kita bisa menghemat biaya, tenaga, dan waktu. Semisal sakit flu. Kita bisa sembuh dengan makan obat yang dijual bebas di apotek, dengan harga yang terjangkau. Bandingkan bila harus ke dokter. Kita perlu menyediakan transportasi dan antre menunggu giliran diperiksa dokter. Belum lagi membayar jasa dokter plus obatnya. “Untuk penyakit yang sama, sebetulnya bisa kita obati dengan cara yang sederhana. Apalagi negara berkembang seperti Indonesia, langkah pengobatan sendiri memang ada baiknya,” ujarProf. Dr. dr. Rianto Setiabudy, Sp.FK.(K), spesialis Farmakologi dan Terapeutik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Namun, pelaku pengobatan sendiri ini harus tetap berhati-hati. Ada penyakit yang boleh diobati sendiri, ada pula yang wajib dikonsultasikan ke dokter. Penyakit yang bisa diatasi dengan pengobatan sendiri, yakni penyakit yang sembuh dengan cepat dan umumnya tidak berbahaya. Misalnya batuk, pilek, dan panas yang merupakan gejala flu. Penyakit macam ini tak perlu ke dokter, kecuali ada komplikasi.
Lamanya mengkonsumsi obat juga tak kalah penting. Obat-obat dalam proses pengobatan sendiri ini bukanlah obat yang bisa dikonsumsi dalam jangka panjang. Waktu amannnya 5-7 hari, tapi Rianto mengingatkan, bila kondisi kesehatan tubuh memburuk dalam waktu singkat, artinya harus segera periksa ke dokter.
Lalu, penyakit apa yang tidak boleh diobati sendiri? Kebanyakan kasus yang terjadi, menurut pemaparan Rianto, yakni adanya salah kaprah penanganan penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi. Penyakit yang cenderung memberat dari waktu ke waktu ini tak boleh sembarangan diobati.
Rianto pun bercerita, banyak pasien yang menderita hipertensi lalu minum obat tertentu atas saran temannya. Alasannya, karena sama-sama mengalami sakit kepala. “Sakit kepala dan tekanan darah tinggi itu tidak ada hubungannya. Banyak pasien sakit kepala, tapi tidak punya tekanan darah tinggi. Bayangkan, tekanan darahnya bisa anjlok,” tutur Rianto. Pun sebaliknya, ada pasien yang tekanan darahnya sangat tinggi, tapi tidak terasa sakit kepala. Makanya butuh kewaspadaan ekstra dalam mengkonsumsi obat.