Penulis
Intisari-Online.com- “Berapa frekuensi Marketeers Radio?” atau “Berapa frekuensi Berisik Radio?” Sampai rambut rontok, pertanyaan-pertanyaan tadi dijamin tak bakal ada jawabannya. Sebab kedua stasiun radio itu contoh radio internet alias radio yang “memancar” lewat koneksi internet. Kalau mau mendengarkan, ya harus mengakses situs web radio tersebut.
Meledaknya fenomena dotcom pada 1998 dengan semakin gampangnya akses internet membuat orang berpikir bahwa bisnis akan beralih ke media online (daring). Portal-portal dotcom seperti Amazon, Yahoo, dan Hotmail tiba-tiba kebanjiran investasi. Ketika itu orang mulai berpikir, suatu saat televisi dan radio pun bisa dinikmati via internet. Prediksi itu kini mulai terbukti.
Apa kabar stasiun pemancar radio konvensional? Hingga kini ribuan stasiun radio di dunia memang masih bisa bertahan, meski terdesak oleh keasyikan menyimak media lain seperti televisi atau internet dengan media sosialnya. Kondisinya kira-kira seperti digambarkan The Buggles: video killed the radio star. Nah, karena itulah radio yang beroperasi di internet, menjadi peluang yang menjanjikan.
Pemicu munculnya radio internet bisa jadi dipicu juga oleh mahalnya membangun stasiun radio konvensional. “Antara Rp2 miliar sampai Rp5 miliar. Kami ingin beli, tapi tidak mampu. Makanya cari alternatif,” ujar Waizly, Chief Operations Marketeers Radio (M Radio - the-marketeers.com/m-radio).
Belum lagi, kata Waizly, mendapatkan frekuensi baru di Jakarta sangat sulit. Kalau mau akuisisi radio yang sudah ada pun, harganya tak jauh beda. Begitulah situasi awal mula Marketeers membangun sebuah radio internet pada 2009. Waizly mengutarakan, booming-nya radio internet menggoda sejumlah pengusaha untuk ambil bagian dalam ranah tersebut. Di Amerika, kata Waizly, malah ada yang membuat radio tape khusus untuk mendengarkan radio internet. Pun, ada radio internet dengan model berlangganan.
Di Indonesia sendiri, mewabahnya radio internet diyakini Waizly terjadi sekitar 2007. Program untuk membuat radio internet pun bertebaran. Tinggal pilih dan unduh. “Kalau sekadar men-streaming-kan radio konvensional, sejak tahun 2000 juga sudah ada,” imbuh Waizly.
Karena penasaran dengan radio internet, banyak pula yang coba-coba bikin. Termasuk Waizly yang pertama kali membuat radio internet pada 2001, ketika sedang di Belanda. Ia siaran bersama teman-temannya yang kebetulan lintas negara, yakni Inggris dan Amerika Serikat.
Begitulah mudahnya membuat radio internet. Siapa pun dan di mana pun bisa melakukan. Modalnya pun terbilang murah jika dibandingkan dengan membuat radio konvensional. M Radio hanya membutuhkan modal sekitar Rp30 juta. Berisik Radio (berisikradio.com) bahkan lebih murah lagi. Rudyanto, Program Director sekaligus pendiri Berisik Radio, mengaku cuma menghabiskan Rp7 juta untuk modal awal.
Sayangnya, tak banyak orang yang serius menggarap ladang ini. Kadang malah sekadar mencoba. Begitu radio internet jadi, ditinggalkan begitu saja. “Mungkin mimpinya hanya sebatas membuat radio internet. Tidak coba untuk mengembangkannya,” kata Rudy.
Bagaimana, Anda berminat bikin radio internet?