Penulis
Intisari-Online.com – Risiko menderita disfungsi ereksi (DE) meningkat seiring dengan semakin bertambahnya usia. Namun, penyebab lain menambah risiko mengalami DE seperti obesitas, hipertensi, diabetes, depresi, penyakit jantung koroner (PJK), atheroklerosis, penyakit pembuluh darah, serta penurunan hormon testosteron.
Prevalensi komplikasi dari diabetes yang menyebabkan DE sebesar lebih dari 30 persen. Bila usia pasien yang mengalami diabetes antara 20 – 34 tahun, prevalensinya sekitar 9,5 – 15 persen. Sementara pria berusia lebih dari 60 tahun, risikonya hingga 45 – 55 persen mengalami DE.
"Orang dengan obesitas, diabetes, dan hipertensi akan berisiko dua kali lebih tinggi memiliki kadar hormon testosteron yang rendah. Padahal kadar hormon testosteron yang normal akan mempertahankan tingkat energi, menimbulkan mood, serta dorongan seksual yang baik,” jelas dr. Em Yunir, Sp.PD, KEMD, divisi Metabolik – Endoktrin FKUI-RSCM.
Oleh karena itu, deteksi dini adanya DE pada penyandang diabetes sangat dianjurkan terutama pada usia produktif. Deteksi dini dilakukan untuk mengetahui permasalah DE dengan jeli sehingga kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan.
Pria dengan diabetes sangat dianjurkan untuk mengontrol gula darahnya secara teratur, segera mencari pengobatan jika mengalami DE dengan berkonsultasi ke dokter. Menghindari pemakaian obat-obatan yang dapat menyebabkan DE. Menerapkan gaya hidup sehat, seperti tidak merokok atau minum alkohol.
Bila pria diketahui mengalami tanda DE, harus diperiksa juga apakah mengalami gangguan jantung. Tindakan lain yang dilakukan bila pasien sudah mengalami DE mengidentifikasi masalah seksual, komunikasi dan edukasi bagi penderita, serta mengatasi penyebab dan faktor risikonya. Terapi dilakukan terlebih dahulu dengan penggunaan obat oral/non invasif, injeksi intracavenous atau vacum pada penis, atau protesis penis.
Terapi hormonal diberikan jika memang terjadi hipotestosteron atau kadar testosteron rendah. Hilangnya minat pada aktivitas seksual, ukuran testis yang mengecil, penurunan tanda-tanda seksual sekunder seperti bulu rambut, kekuatan otot, suara menjadi mengecil seperti anak-anak, merupakan gejala-gejala menurunnya kadar testosteron. Kelainan kelenjar hipofisis yang dapat menyebabkan peningkatan kadar prolaktin, akan menekan produksi hormon testosteron. Keadaan inilah yang menimbulkan keluhan gangguan fungsi ereksi. (*)