Penulis
Intisari-Online.com - Seorang wanita mengalami rasa sakit saat pertama kali melakukan hubungan seks. Awalnya dia mengira itu hanya terjadi di awal hubungan, namun ternyata rasa sakit tersebut tidak pernah berhenti, bahkan tidak sekalipun berkurang.
Setelah diperiksa, ternyata wanita tersebut didiagnosis memiliki vaginismus. Sebuah kondisi menyakitkan dimana otot-otot dasar panggul yang tegang dalam mengantisipasi penetrasi, secara efektif menutup vagina.
Vaginismus, yang mempengaruhi 1-7 % wanita di seluruh dunia, dibagi dalam dua tingkat, ringan dan berat. Jika mengalami kasus yang rendah dan segera mengunjungi dokter yang mengetahui kondisi ini, Anda mungkin menerima konseling seks dan mencoba menggunakan dilators, hipnoterapi dan terapi fisik, sehingga dapat cepat mengatasinya.
“Kasus yang lebih berat akan melibatkan tingginya kegelisahan tentang penetrasi cenderung lebih sulit untuk diobati,” ujar Peter T. Pacik, M.D., seorang dokter di Manchester, N.H. “Saya pikir ini merupakan sebuah reflek melindungi. Pasien percaya berhubungan seks akan menimbulkan rasa sakit dan kemudian tubuh menciptakan mekanisme perlindungan dengan menyebabkan otot-otot menjadi kejang dan tidak mengizinkan adanya penetrasi.”
Vaginismus hadir dalam dua kategori. Vaginismus seutuhnya yang membuat wanita tidak dapat menoleransi penetrasi dalam bentuk apa pun serta vaginismus situasional, yakni wanita dapat menoleransi penetrasi tampon (pembalut kecil) atau jari, namun tidak lebih dari itu. “Wanita selalu mencari tahu apakah dirinya memiliki vaginismus ketika mereka tidak dapat menggunakan tampon,” dokter Pacik menjelaskan.
Apa yang ditakutkan dokter adalah adanya konsekuensi kesehatan dari vaginismus sejak penderita cenderung menunda untuk memeriksakan dirinya ke ginekologis. “Banyak wanita membuat janji dengan dokter, namun selalu menemukan alasan untuk membatalkannya,” tutur dokter Pacik. “Hal ini terjadi tahun demi tahun sehingga mereka harus melewati 15-20 tahun tanpa pemeriksaan.” (YouBeauty)