Find Us On Social Media :

Kedisiplinan Itu Soal Latihan

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 25 Februari 2011 | 11:59 WIB

Kedisiplinan Itu Soal Latihan

Melatih disiplin pada anak-anak ternyata tidak mudah. Untuk bangun pagi, membereskan tempat tidur, lalu mandi, makan dan siap berangkat sekolah saja, kadang-kadang saya musti ngomel untuk mengingatkan apa yang harus mereka kerjakan. Padahal itu rutinitas setiap hari, juga setiap pulang sekolah harus menaruh sepatu di rak sepatu atau tas di tempat yang seharusnya atau hal-hal yang lain.

Mendidik anak-anak untuk mampu berdisiplin menjadi kepentingan kita bersama. Namun pada anak-anak, tanggung jawab itu masih perlu ditanamkan dan dilatih. Bahkan kenakalan dan perilaku menyimpang yang dilakukan anak pada dasarnya merupakan sarana belajar. Dengan kemampuannya untuk menganalisis situasi, lewat kenakalan ia bereksperimen sampai di mana batas perilaku yang oke.

Karena kenakalan anak biasanya dapat diprediksi, dapatlah disusun semacam "undang-undang kedisiplinan". Tapi sebelumnya, empat faktor mesti dipertimbangkan.

  1. Tingkat perkembangan anak. Anak kecil lebih membutuhkan supervisi langsung daripada yang besar. Malah yang masih sangat kecil butuh limit dan peringatan yang amat spesifik.
  2. Temperamen anak.
  3. Suasana hati anak.
  4. Kapasitas orang tua dalam menghadapi stres, karena ini akan mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi dengan anak.

Kemudian susun "undang-undang"-nya"

  1. Menentukan aturan.
  2. Menentukan batas kapan aturan dilanggar. Batas ini harus dijelaskan dengan kongkret, terutama untuk anak balita. "Jangan bakal", "Tunggu sebentar lagi" masih kurang kongkret.
  3. Memberi peringatan. Jangan memberi ancaman yang tidak dapat ditepati. Peringatan cukup diberikan satu kali, agar konsisten. Langsung mengambil tindakan bila si anak membandel.
  4. Bertindaklah akurat, sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
  5. Kontrol intonasi respons Anda. Intonasi suara, volume suara, kecepatan bisa serta bahasa tubuh dan ekspresi waja juga dapat dijadikan medium untuk berkomunikasi. Pada dasarnya anak selalu mencari perhatian dan kehangatan, dan tidak suka pada yang dingin dan membosankan. Maka ekspresi yang dingin dapat dipakai untuk menunjukkan respons kita tanpa memberikan perhatian seperti yang mereka harapkan.
  6. Memberlakukan konsekuensi. Ciptakan kondisi bahwa kalau mereka melanggar aturan, konsekuensinya bakal tidak enak.
  7. Memperbaiki kesalahan. Setelah hukuman berlalu, masalah dibereskan. Bisa dengan minta maaf, atau mengerjakan hal yang tadi tidak mau ia kerjakan.

Disiplin tak bisa lepas dari ganjaran dan hukuman. Bentuk ganjaran bisa berupa perhatian dari orang tua, karena bagi anak itulah yang selalu didambakan. Dorongan positif dalam memberi ganjaran baru benar-benar efektif, jika ganjaran yang diberikan berhasil membangkitkan motivasi anak untuk mengubah perilakunya. Dengan demikian, keberhasilan ganjaran tidak ditentukan oleh rupiah atau kuantitas barang, tetapi pada perubahan perilaku anak. Dengan sendirinya pilihan bentuk ganjaran itu amat krusial.

Berikut ini resep memberikan dorongan positif,

  1. Pilih umpan yang menuruti selera anak, bukan Anda.
  2. Setelah memberikan umpan, tunjukkan bahwa bagi Anda masalah ini tidak penting. Yang butuh dia.
  3. Hadiah setara dengan tugas yang diberikan.
  4. Tingkat kesulitan tugas sesuai dengan kemampuan anak.
  5. Hadiah di awal program latihan ini penting sekali untuk memotivasi anak.
  6. Buat dia berjuang. Kalau satu tingkat prestasi sudah dicapai, pasang target yang lebih tinggi.
  7. Kalau ia berhasil pada tingkat tertentu, berikan "bonus", yang bisa diberikan dengan berbagai variasi.
  8. Anda dan anak harus sama-sama bermain jujur dan konsisten, sesuai kesepakatan.