Find Us On Social Media :

Jaga dan Pelihara Emosimu!

By K. Tatik Wardayati, Senin, 25 April 2011 | 17:34 WIB

Jaga dan Pelihara Emosimu!

Emosi tak terkendali, kata orang bijak, sangat merugikan diri dan menguras energi. Bagi sebagian orang, wajah emosi bahkan mirip setan yang harus dijauhi, diterjemahkan sebagai perasaan yang meledak-ledak atau kemarahan tiada tara. Sebuah interpretasi yang sebenarnya keliru, karena emosi tidak identik dengan marah-marah!

Dalam kehidupan sehari-hari, emosi memang bak pelengkap penderita. Sebagai perasaan yang meledak-ledak, emosi sering digampangkan maknanya sebagai kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan. Dengan kata lain, emosi selalu dikaitkan dengan marah-marah, kadang dengan intensitas tinggi. Itu sebabnya, ia lebih baik ditahan dan diredam, agar tidak membuat orang lain tersinggung.

Emosi juga dianggap sebagai lawan dari rasio, yang diagungkan sebagai proses dan hasil dari suatu kegiatan rasional. Rasio - para pakar kini lebih suka menyebutnya kognitif - melibatkan pertimbangan nalar dan sadar. Sementara proses dan kegiatan emosi lebih banyak didominasi oleh unsur kurang sadar, meskipun ada juga pertimbangan rasionalnya.

Emosi positif perlu dipelihara dan dikembangkan. Sebaliknya, emosi-emosi negatif yang dapat membawa perasaan tak senang, tak nyaman, menimbulkan stres, sebaiknya dihindari atau diminimalkan. Bagaimana caranya? Bukankah emosi itu barang abstrak yang tak lekang oleh panas, tak lapuk dimakan hujan?

Cobalah beberapa saran berikut ini.

Pertama, hindari peristiwa atau rangsangan yang, menurut pengalaman Anda, berpotensi menimbulkan emosi negatif. Misalnya, bertemu dengan keadaan seseorang atau sesuatu yang dapat menumbuhkan kekesalan. Kalau masih ada kesempatan, sebaiknya dihindari.

Kedua, jika keadaan tidak memungkinkan Anda menghindari keadaan atau rangsangan yang menimbulkan emosi negatif, lakukan penilaian ulang atas peristiwa yang sedang dialami, agar perasaan negatif berkurang intensitasnya. Misalnya, bila Anda marah sekali kepada si X, karena kinerjanya yang lambat, Anda dapat berpikir ulang bahwa X mungkin orang yang memang tak biasa bekerja cepat karena punya keterbatasan dalam dirinya. Jadi, percuma saja memarahinya.

Ketiga, bila dua saran di atas sudah coba dilakukan, tapi tak juga berhasil, emosi negatif yang sangat mendesak (marah misalnya) akan mendorong Anda melakukan sesuatu. Memukul yang bersangkutan, misalnya. Nah, biar aman, lampiaskan saja pukulan tadi, tentu bukan ke si X yang bermasalah, melainkan kepada benda lain yang aman untuk dipukul.

Keempat, kesadaran akan akibat dari suatu ekspresi emosi, terutama yang mempunyai dampak merusak, mungkin dapat membantu Anda melakukan pengendalian amarah. Kaji kembali proses penilaian terhadap peristiwa yang membuat Anda mempunyai emosi negatif. Kalau berhasil, kesadaran ini dapat mencegah dampak buruk  yang mungkin saja terjadi.

Kelima, memang tak mudah mengatur ekspresi emosi atau mengendalikan amarah. Untuk itu, biasakan diri membina perasaan-perasaan positif, seperti senang, gembira, dan sejenisnya. Barangkali itu dapat membantu menghindari munculnya perasaan-perasaan negatif, semisal sedih, marah, cemas, dan sejenisnya.