Intisari-Online.com - Peran sebagai orangtua memang merupakan suatu tantangan tersendiri yang seringkali mengharuskan orangtua menenangkan sang buah hati yang sedang marah, menangis bahkan temper tantrum. Sebagai orangtua, usaha untuk menenangkan diri anak seringkali berhasil namun tak jarang pula gagal.Di dalam buku berjudul TheWhole-Brain Child: 12 Revolutionary Strategies to Nurture Your Child's Developing Mind, Survive Everyday Parenting Struggles, and Help Your Family Thrivekarangan Dr. Dan Siegel dan Dr. Tina Bryson, orangtua diperkenalkan dengan sebuah pendekatan yang membantu mereka mengintegrasikan fungsi kedua sisi otak anak.Mengapa hal tersebut penting? Seperti juga orang dewasa, anak-anak dipengaruhi oleh sisi emosional otak kirinya dan sisi logis dari otak kanannya. Dengan membantu anak-anak memahami dan mengintegrasikan kedua sisi otak mereka diharapkan hidup mereka lebih bahagia karena emosi seimbang.Meskipun semua orangtua ingin bisa membesarkan anak yang tidak temperamental dan menyenangkan, kita sering salah merespon perilaku anak dengan turut terbawa emosi kita sendiri. Sebenarnya dengan mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di dalam otak anak saat anak sedang emosi bisa membantu orangtua mengajarkan anak cara mengendalikan emosi mereka.Berikut ini adalah beberapa tips dari Dr. Bryson yang bisa membantu Anda mengintegrasikan kedua sisi otak anak Anda:
- Gunakan logika otak kiri untuk memahami perasaan pada otak kananBerkata "diam" atau "berhenti menangis" bukanlah cara yang efektif untuk mengatasi tsunami emosi anak. Berharap seorang anak bisa berpikir rasional saat emosi sedang melingkupinya hanya akan berujung sia-sia. Sebaliknya, cobalah berempati pada anak Anda dengan menerima perasaan sedih, takut dan frustrasi yang dirasakan anak saat itu. Ketika anak sudah lebih tenang, baru tanyakan apa yang membuatnya kesal dan minta anak menceritakannya kepada Anda.
- Bantu anak menceritakan kisahnyaSeprotektif apapun kita terhadap sang buah hati, sesekali anak pasti akan mengalami hal yang traumatis seperti dimarahi guru, diejek teman, atau tersesat di jalan. Pengalaman-pengalaman tersebut bisa memicu emosi negatif seperti rasa sedih, marah atau rasa takut. Saat anak mengalami pengalaman seperti ini, dukung mereka dengan mengajak buah hati Anda bicara. Memancing anak untuk mau berbicara pada awalnya terkadang sulit, namun semakin seorang anak bisa mengeluarkan perasaannya dalam kata-kata, maka anak akan menjadi lebih tenang.
- Ajari anak bahwa perasaan hanya bersifat sementaraBeri pengertian kepada buah hati Anda bahwa perasaan yang sedang mereka rasakan itu bersifat sementara dan tidak menetap. Ajarkan kepada mereka kalau kita tak bisa memilih perasaan apa yang muncul pada diri kita, tapi kita bisa memutuskan reaksi kita terhadap perasaan yang muncul tersebut.
- Belajar meminta maaf kepada anakOrangtua juga manusia yang tak luput dari kesalahan. Terkadang kita berkata hal yang menyakitkan, berlaku salah atau tidak mampu mengendalikan emosi kita sendiri. Saat hal seperti ini terjadi, cobalah berbicara dengan anak Anda dan jangan segan meminta maaf kepada mereka jika Anda memang melakukan kesalahan. Jelaskan alasan tindakan Anda atau mengapa Anda marah kepada anak. Dengan mengetahui alasan tindakan Anda, anak pun bisa belajar dari situ dan lebih dapat memahami Anda sebagai orangtua.
- Tetaplah tenang saat menghadapi anakSaat anak menangis keras atau mengalami temper tantrum, pastikan Anda sendiri bisa mengontrol emosi. Apa pun skenario kejadiannya, kehilangan kontrol diri saat menangani anak yang sedang dilanda emosi bukanlah solusi yang baik. Sebaliknya, hadapi anak dengan tenang tanpa harus tersulut emosi. Reaksi tenang Anda juga dapat membantu anak menenangkan dirinya sendiri.(psychologytoday.com)