Find Us On Social Media :

Reuni Bukan Sekadar Ajang Kumpul

By Ade Sulaeman, Minggu, 26 Februari 2012 | 06:00 WIB

Reuni Bukan Sekadar Ajang Kumpul

Intisari-Online.com - Saat ini masyarakat Indonesia, khususnya generasi ’60-’80-an, sering melakukan reuni. Tentu saja hal ini dibantu oleh perkembangan teknologi komunikasi. Urusan cari-mencari teman lama bukan lagi hal yang sulit.

Lagi pula, di Indonesia, acara kumpul-kumpul tidaklah asing. Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dekat dengan keluarga besar, tidak seperti di Barat yang cenderung hanya dekat dengan keluarga inti. “Kita lebih relasional, bukan transaksional,” ujar Amalian Maulana, seorang ahli etnografi saat peluncuran Polident Reuni Impian di Jakarta (23/02/2012)

Reuni memang mengasyikan. Tentu saja karena banyaknya manfaat yang bisa diperoleh melalui reuni. “Misalnya menjadi ajang bersosialisasi guna merekatkan tali persahabatan,” ujar Amalia. Muncul kembali kedekatan dengan teman-teman semasa sekolah atau kuliah.

Bisa juga menjadi ajang aktualisasi diri, terutama mereka yang sudah pensiun dari pekerjaan. “Memang enggak ada kerjaan juga,” salah seorang tamu berucap. Melalui reuni peran-peran sosial yang sempat hilang dapat kembali ditumbuhkan. Persahabatan yang muncul dalam acara reuni pun terasa lebih “murni.” Tidak ada lagi embel-embel bisnis misalnya.

Selain itu, bagi beberapa orang, reuni bisa dijadikan ajang untuk memperbarui citra diri. Tentunya ini berlaku bagi mereka yang semasa sekolah atau kuliah tidak menonjol atau sering disebut “antara ada dan tiada.” Saat kembali berkumpul, mungkin aja dia sudah berhasil dalam karir atau secara ekonomi sehingga keberadaannya menonjol dalam acara reuni.

Namun, hal sebaliknya dapat terjadi pada mereka yang sebelumnya menjadi “bintang” di sekolah atau kampus, setelah 20 tahun tidak menjadi “apa-apa.” Sering kali mereka urung datang pada acara reuni. Inilah yang menjadi salah satu kendala seseorang untuk menghadiri acara reuni selain masalah fisik. Padahal, menurut Amalia, saat reuni adalah saat melakukan “registrasi ulang.” Kita seolah-olah memulai hubungan sosial dari nol. Jadi, jangan terlalu memikirkan perbandingan kondisi antara masa lalu dan saat reuni.

Sayangnya, reuni juga memiliki dampak buruk. Istilah CLBK atau cinta lama bersemi kembali sering hadir setelah reuni. Pertemuan yang semula bersifat sosial dan umum berubah menjadi pertemuan pribadi dan eksklusif. Tentu saja ini hanya menjadi masalah bagi mereka yang sudah berkeluarga.

Nah, reuni juga sering kali tidak dapat berjalan secara berkesinambungan. Para pesertanya kebanyakan hanya datang di pertemuan awal. Pertemuan berikutnya jumlah peserta semakin sedikit dan bisa saja acara reuni tidak lagi diadakan. Untuk itu, acara reuni perlu dikemas sebaik mungkin. Perlu adanya upaya menjaga daya pikat acara reuni bagi para peserta.

Ada baiknya acara reuni dilanjutkan dengan membentuk komunitas-komunitas baru agar lebih solid. Beberapa aktivitas yang bisa menjadi pilihan komunitas ini adalah melakukan bakti sosial bagi yang warga yang kurang mampu. Sehingga kesenangan yang diperoleh dalam acara reuni bisa dibagikan pada yang lainnya.