Find Us On Social Media :

Bisakah Psikotes Diakali?

By Agus Surono, Selasa, 10 April 2012 | 17:59 WIB

Bisakah Psikotes Diakali?

Intisari-Online.com - Agar diterima bekerja di suatu perusahaan, ada yang lalu mencoba menyiasati psikitotes dengan berbagai cara. Misalnya, dengan mempelajari buku "petunjuk praktis" menghadapi tes tahap awal seleksi itu. Mujarabkah kiat itu? 

Dalam pelaksanaan evaluasi psikologis (pengganti istilah psikotes, psychotest, yang dirasakan janggal oleh kaum psikolog) diterapkan berbagai metode atau alat standar untuk mendapatkan gambaran mengenai aspek-aspek psikologis seseorang. Gambaran aspek tersebut didapatkan sesuai dengan maksud diadakannya evaluasi. Jadi, ada gambaran mengenai aspek kecerdasan, kepribadian, kemampuan berkomunikasi, dan semacamnya.

Dalam pelaksanaan evaluasi psikologis, hasilnya dipakai untuk menentukan dapat atau tidaknya seseorang diterima bekerja. Minimal, evaluasi psikologis akan memberikan gambaran mengenai aspek kecerdasan, kepribadian, dan sikap kerja. Dalam aspek kecerdasan, misalnya, didapatkan gambaran mengenai taraf atau tingkat kecerdasan umum, daya analisis sintetis, daya abstraksi dan kreativitas.

Dalam aspek kepribadian, tergambar pula kepercayaan diri, penyesuaian diri, pengungkapan diri, kemampuan sosial, kemampuan berkomunikasi, dsb. Dalam aspek sikap kerja, minimal ada gambaran aspek kecepatan kerja, ketelitian, ketekunan, dan daya tahan terhadap stres.

Dalam penerapan evaluasi psikologis yang lebih mendalam, dari aspek kepribadian bisa didapatkan gambaran mengenai kecenderungan menonjolkan diri, keinginan bergaul atau berteman, dan pemahaman terhadap orang lain. Dari aspek sikap kerja, bisa diperoleh gambaran tentang hasrat berprestasi, keinginan membantu orang lain, kebutuhan terhadap keteraturan atau bimbingan dari atasan maupun orang lain. Juga hasrat terhadap perubahan, kecenderungan mendominasi, kecenderungan agresivitas, dll.

Itulah sebabnya, walaupun telah hafal di luar kepala isi buku jimatnya, Aji baru lulus pada "tes" kelima. Sebab buku itu sebenarnya hanya mengungkap satu aspek: aspek kecerdasan. Itu pun tidak secara akurat. Lalu kalau lolos, Aji belum tentu berhasil melewati tahapan seleksinya.

Harus "bebas budaya"

Metode, alat, atau perlengkapan untuk mengungkapkan aspek psikologis, selalu standar. Artinya, tidak dibuat dan disusun sembarangan karena hasilnya harus reliable, dapat dipercaya. Jadi, apa pun alat yang dipakai, hasilnya akan selalu ajek, sama. Misalnya, bila seseorang dites dengan suatu alat tertentu, hasilnya menunjukkan tingkat kecerdasan oknum itu berada pada taraf rata-rata tinggi (high average). Bila dia dites lagi dengan alat berbeda, hasilnya tetap harus tinggi juga.

Hasil tersebut akan tetap selalu reliable, karena sebelum suatu tes go public (dipergunakan secara luas), harus mengalami rangkaian uji coba yang panjang dan akurat. Suatu tes asal luar Indonesia, hams mengalami penyesuaian dan "penyelarasan" dengan sikon sosial-budaya Indonesia.

Tes itu akan diuji di berbagai daerah, terhadap berbagai tingkatan sosial-pendidikan dulu, sebelum secara resmi dipakai di Indonesia. Terutama kalau soal-soal (items) tes tersebut memakai banyak "kata" (words) yang mengungkap pengetahuan yang banyak kaitannya dengan aspel sosial-budaya suatu negara (misalnya, judul buku, nama pahlawan, istilah, pepatah). Sebab, ilmu psikologi mengenal istilah tes "bebas budaya" (cukurcd-free), yang tidak mengandung kata-kata khusus, juga pengerjaan jawaban hanya berdasarkan logika - yang secara universal pasti sama.

Dalam tes bebas budaya ini pun, psikolog tetap hams berhati-hati. Mengingat tolok ukur untuk membaca hasil tes di suatu negara asal tes yang sangat maju, tidak begitu saja dipakai untuk membaca hasil dari negara yang kondisi sosial-ekonomi- budayanya, belum semaju negara pertama.

Evaluasi psikologis mencakup lima hal: kecerdasan, kemampuan khusus (keuangan, teknik, komunikasi, menjual, dsb.), bakat, minat, dan sikap. Hasil tes bakat dan minat, dapat berupa panduan mengenai minat seseorang. Misalnya, minat kepada hal yang berkaitan dengan angka, kegiatan luar dan dalam ruang, berkomunikasi, perhatian terhadap hal yang berkaitan dengan ilmu pasti atau seni-budaya.