Hati-Hati Selingkuh Hati

Ade Sulaeman

Penulis

Hati-Hati Selingkuh Hati

Intisari-online.com Selingkuh hati ini tentu saja berbeda dengan selingkuh fisik karena kebanyakan tidak melibatkan kontak fisik. Walaupun tetap melibatkan ketertarikan secara fisik, ketertarikan terbesar biasanya muncul karena faktor emosional. Ekspresi, atau dengan kata lain pengungkapan tentang perasaan tertarik ini tidak selalu terjadi. Bahkan biasanya justru tidak diungkapkan.

“Ah, tenang saja, hanya selingkuh hati, bukan selingkuh fisik.” Kurang lebih seperti itulah pandangan masyarakat apabila membandingkan bahaya dari selingkuh hati dan selingkuh fisik. Dikarenakan tidak melibatkan kontak secara fisik, maka selingkuh hati dipandang tidak seberbahaya elingkuh fisik. Hasil studi terakhir juga menunjukan bahwa 77 persen pria dan 71 persen wanita menyatakan dirinya akan sangat terbuka apabila pasangannya mengaku bahwa dirinya telah berselingkuh hati.

Padahal, pada dasarnya selingkuh hati jauh lebih kompleks dan berbahaya. Fakta menunjukan bahwa selingkuh fisik belum tentu melibatkan selingkuh hati. Namun, apabila hati seseorang sudah selingkuh, “jalan tol” menuju selingkuh fisik sudah terbangun. Selain itu, mendeteksi terjadinya selingkuh hati juga lebih sulit dibandingkan selingkuh fisik. Jadi, tanpa diketahui tanda-tandanya, tiba-tiba seseorang bisa pergi dari pasangannya.

Secara sederhana, tanda-tanda selingkuh hati hampir sama dengan perasaan yang muncul saat jatuh cinta kepada seseorang. Seperti mulai menunggu untuk mendapat kabar, chatting, atau di-mention di Twitter. Anda juga akan merasa kehilangan saat tidak mendapatkan kabar tersebut dan terkadang selalu mencari alasan untuk berusaha bersama dengan orang tersebut. Perasaan tidak nyaman, terkait penampilan, juga sering kali muncul ketika berhadapan dengan lawan jenis tersebut.

Tanda-tanda lainnya, terutama terkait dengan status telah memiliki pasangan, adalah seringnya melakukan penyangkalan-penyangkalan sekaligus pembenaran-pembenaran bahwa apa yang dilakukannya bukan dikarenakan adanya perasaan tertarik. “Ah, ‘kan hanya ngobrol­-ngobrol saja. Semua orang juga tahu karena dilakukan di media sosial,” merupakan contoh kalimat penyangkalan dan pembenaran tersebut.

Padahal, sebenarnya dia sudah sangat dikuasai dan tergantung pada orang tersebut. Secara fisik dan mungkin juga hati, Anda seolah-olah ada untuk pasangan Anda, tapi sebenarnya pikiran sedang “jalan-jalan” menemui lawan jenis yang bukan pasangan tersebut. Tidak jarang perilaku ini juga melibatkan perasaan bersalah terhadap pasangan. (Zoya Amirin, Rubrik T&J Majalah Intisari)