Penulis
Intisari-Online.com - Suatu penelitian di Belanda menunjukkan bahwa para orangtua yang menyatakan dirinya kesepian saat penelitian dimulai, 13,4 persen di antaranya mengalami perkembangan demensia dalam kurun waktu tiga tahun. Sedangkan mereka yang menyatakan dirinya tidak merasa kesepian hanya mendapatkan angkan 5,7 persen. Perhitungan dilakukan tanpa menghitung apakah peserta menikah atau memiliki dukungan sosial.
“Fakta ‘merasakan kesendirian’ dibandingkan ‘benar-benar berada dalam kesendirian’ yang terkait dengan demensia menunjukkan bahwa itu bukanlah situasi objektif. Tapi, lebih pada tidak adanya rasa keterikatan sosial, sehingga terjadilah peningkatan risiko penurunan fungsi kognitif,” demikian salah sau catatan dalam penelitian yang dipublikasikan di Journal of Neurology Neurosurgery and Psychiatry.
Dalam penelitian tersebut, para peneliti dari Arkin Mental Health Care Center di Amsterdam, Belanda, melihat data dari hampir 2.200 orang berusia 65 - 86 tahun yang tinggal di Belanda. Pada awal penelitian mereka tidak memiliki demensia. Sekitar 1 sampai 5 persen (433 partisipan) melaporkan mereka merasa kesepian. Seribu orang benar-benar tinggal sendiri, 1.100 tidak menikah dan hampir 1.600 partisipan menyatakan mereka tidak mendapat dukungan sosial.
Hasilnya, ditemukan bahwa mereka yang kesepian 1,64 kali lebih mungkin mengalami demensia dibandingkan mereka yang tidak kesepian. Ditemukan juga bahwa 9,3 persen partisipan yang tinggal sendiri mengalami demensia, sementara hanya 5,6 persen dari pertisipan yang tinggal bersama orang lain mengalami demensia. Untuk mereka yang tidak atau tidak lagi menikah, 9,2 persennya mengalami demensia. Lebih tinggi 3,9 persen dari mereka yang menikah.
Menarik untuk disimak adanya temuan bahwa mereka yang mendapat dukungan sosial ternyata memiliki persentase mengalami demensia lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mendapat dukungan sosial. Para peneliti kemudian melihat sebuah temuan, yang menunjukkan mereka yang menyatakan dirinya mendapat dukungan sosial juga cenderung memiliki masalah kesehatan seperti jantung, dapat menjadi salah satu alasannya.
Para peneliti mengakui bahwa, penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan. Misalnya saja ketidakmampuan mereka meraih informasi apakah perasaan kesepian yang dimiliki para partisipan tersebut hanya muncul pada saat ini atau merupakan bagian “abadi” dari kepribadian mereka. (MyHealthNewsDaily)