Agar Anak Berani Berpendapat (1): Sejak Kecil Anak Diajak Bicara

Birgitta Ajeng

Penulis

Agar Anak Berani Berpendapat (1): Sejak Kecil Anak Diajak Bicara

Intisari-Online.com -Di masa reformasi hampir setiap hari orang meneriakkan kata demokrasi. Di gedung parlemen,dijalan-jalan,juga di seminar-seminar. Tapi apakah dengan serta merta demokrasi menjelma menjadi darah daging kehidupan bangsa ini? Jawabannya ternyata tidak. Demokrasi masih bersemayam di langit jauh.Di beberapa tempat di tanah air, masyarakat bahkan terang-terangan menginjak-injak nilai-nilai demokrasi dengan main hakim sendiri. Membakar penjahat yang tertangkap, menduduki tanah orang lain, juga menjarah milik orang lain.Kata demokrasi memang gampang diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Itu lantaran perilaku demokratis membutuhkan prasyarat, kerelaan mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain. Nah, soal pembentukan sikap ini agaknya tak bisa dikebut dalam semalam. Prosesnya panjang, dan kita umumnya tak suka dengan proses.Dewasa tak harus menangMaka pantaslah didengar apa yang dikatakan Irwanto, Ph.D., pakar psikologi perkembangan asal Universitas Atmajaya,Jakarta, "Sikap demokratis harus dipupuk dan dikembangkan sejak dini." Karena itu peranan keluarga menjadi kunci keberhasilan. Ibu dan ayah harus selalu mengupayakan mendengarkan pendapat anak dan menyadari, tidak selalu pendapat orang dewasalah yang harus menang.Kondisi ideal itu sayangnya tidak selalu bisa ditemui. Di Indonesia banyak orang tua memaksakan kehendak pada anak. "Selama ini, yang kita khawatirkan, anak-anak harus menurut apa pun kata orangtua. Itu bisa menghambat kemandirian anak. Katakanlah, kalau sudah SMTP, kita tanya mau makan apa? Maka dia bilang terserah deh. Atau kamu mau beli mainan yang kayak apa? Pokoknya yang begini, kayak temannya," ujar Irwanto.Oleh karena itu Irwanto yang juga Ketua I Bidang Kajian dan Advokasi pada Komisi Nasional Perlindungan Anak menyarankan agar sejak kecil anak diajak bicara. Kalau kemudian pendapatnya berharga, ya harus dihargai. Dalam arti sempit seandainya dia tidak suka mainan yang ia pilih sendiri, ya harus dikembalikan ke dia. Risiko pemilihan dikembalikan ke dia, tetapi pandangannya kita hargai.Selain itu menumbuhkan sikap demokratis bisa lewat pendidikan kedisiplinan. Acap kali anak melakukan kesalahan, lalu tiba-tiba ia dibentak atau dipukul. Padahal anak belum tahu maksudnya. Mungkin secara kultural kita biasa mencubit atau memukul, tetapi itu harus dihindari. Kalaupun awalnya terasa sulit, makin lama harus makin berkurang.Pengalaman hidup bahkan mengajarkan sehabis melakukan pencubitan, orangtua suka menyesal. Tetapi yang lebih penting adalah menunjukkan pada anak bahwa orang tua sayang sama anak. "la kita peluk,terus kita omongkan, tadi sakit ya. Kita tunjukkan bahwa dia juga punya pendapat. Soalnya, anak sekecil apa pun, 3 - 4 tahun pun ngerti kalau kita ajak ngomong jelas Irwanto.Agar anak mau diajak berbicara banyak hal, orang tua tentu wajib mencurahkan waktu yang berkualitas bersama anak. Ini untuk membangun kedekatan dengan anak. Bisa melalui, misalnya. kegiatan memancing atau berolahraga bersama. "Sebuah sarana di mana kita bisa saling bertukar ide,"ujar bapak dua putri ini.-bersambung-