Find Us On Social Media :

Perhatikan Ini Sebelum Anak Main Game

By Birgitta Ajeng, Senin, 11 November 2013 | 09:00 WIB

Perhatikan Ini Sebelum Anak Main Game

Intisari-Online.com – Tak bisa dipungkiri kecanggihan teknologi membuat game saat ini bagai magnet bagi anak-anak. Dengan tampilan yang tiga dimensi, warna menarik, alur cerita yang dapat diatur sendiri, anak mana sih yang tidak tertarik?Game sebenarnya dapat bermanfaat bagi anak untuk mengembangkan kreativitas, refleks, maupun pengembangan logika. Namun menurut Dra. Risa Kolopaking, Psi., Msi, dari RS Hermina Bekasi, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan agar game dapat bermanfaat bagi mereka:1. IsiPilihkan game yang sifatnya edukatif dan merangsang daya kreativitas anak. Misalnya game yang mengajarkan dan mengenalkan angka, berbagai bentuk benda, ketelitian, mengenal kata, dan masih banyak lagi jenis lainnya.Umumnya pilihan ini lebih leluasa jika berupa game yang dimainkan melalui komputer ketimbang game-player (semacam sega atau PS) yang memang diperuntukkan untuk bermain game saja. Anda dapat mencari CD game khusus untuk anak-anak di toko semisal The Incredible Machine, Tetris, Bubbles, dan game lain yang tidak mengandung unsur kekerasan.Umumnya semua manusia, dalam hal ini anak-anak, memiliki berbagai sisi kepribadian dalam dirinya masing-masing. Karakternya akan muncul sesuai sisi mana yang lebih dominan. "Dengan terpaan game yang bersifat kurang baik (misalnya kekerasan atau pornografi), maka hal itu dapat memunculkan karakter kurang baik pada anak yang seharusnya tidak muncul," tambah Risa.2. WaktuJika telah kita pilihkan isi game yang baik dan mendidik, sekarang atur waktu bermainnya. Umumnya anak-anak bersekolah pada pagi hari. "Waktu yang pas mungkin setelah ia beristirahat atau setelah tidur siang sepulang sekolah," jelas Risa. Namun waktu ini tidak harus menjadi patokan tepat, karena setiap anak memiliki karakteristik masing-masing.Yang utama adalah anak dapat mengistirahatkan otak dan fisiknya terlebih dulu. Selain itu batasilah waktu bermainnya. Untuk anak SD sebaiknya tak lebih dari satu jam. "Kita juga memperhitungkan efek radiasi monitor pada layar game. Apalagi mereka juga menonton TV," demikian Risa menjelaskan. Radiasi layar pada mata secara terus-menerus tentu akan mengakibatkan ketegangan pada saraf otak maupun mata yang dapat berakibat kurang baik.Jika perlu, buatlah dulu kesepakatan dengan anak. Misalnya ia hanya diperbolehkan bermain game sejak pukul 15.00 - 16.00. Selebihnya, arahkan mereka pada kegiatan lain. Mengerjakan PR misalnya. Atau bermain di luar rumah.Bagaimana jika ia ngambek dan menangis saat waktu bermainnya habis? "Kita harus tetap tegas!" ujar Risa mantap. Dengan bersikap tegas, anak diajarkan untuk mengerti sebuah konsekuensi atas kesepakatan yang telah dibuat. "Jika kita longgar bisa melemahkan penanaman kedisiplinan yang sudah kita bangun," imbuhnya.3. VariasiJangan biarkan anak terus-menerus terpaku pada satu jenis game saja. Carikan game yang dapat mengasah berbagai kemampuannya, baik yang mengasah otak maupun fisiknya.Game elektronik umumnya membuat anak duduk dalam keadaan statis selama berjam-jam. Ini kurang baik bagi kondisi tubuhnya yang sedang dalam masa pertumbuhan dan seharusnya aktif."Batasi bermain game di depan layar. Jika usai jatah bermainnya, arahkan untuk bermain di luar rumah sehingga fisiknya aktif dan dapat berinteraksi dengan teman-temannya," jelasnya.Jangan lupa mengenalkan mereka dengan jenis permainan lain. Misalnya permainan tradisional galah asin, engklek, lompat karet, dan lainnya. Atau coba pancing minatnya yang tersembunyi, misalnya menggambar, melukis, menari atau bermain musik. "Banyak hal yang bisa dijadikan pengisi kegiatan untuk mengalihkan perhatian mereka dari bermain game," tutur Risa.Berinteraksi dengan teman-temannya merupakan hal yang penting, "Mereka harus belajar bersikap, bersosialisasi, dan bertoleransi. Dan ini semua hanya diperoleh hanya melalui interaksi langsung dengan manusia lain, yaitu teman-temannya," jelas Risa. Jika anak bermain game di depan layar terus-menerus, otomatis ia akan mulai kurang bergerak, mengalami ketegangan yang kontinu, dan akan menjadi anak yang terasing dalam dunianya sendiri.