Find Us On Social Media :

Pengantin dan Keluarga Baru (5): Hindari Berpikir Menang-Kalah

By Ade Sulaeman, Rabu, 4 Desember 2013 | 09:00 WIB

Pengantin dan Keluarga Baru (5): Hindari Berpikir Menang-Kalah

Intisari-Online.com - Hubungan dengan keluarga pasangan sebenarnya dapat menentukan soliditas kehidupan rumah tangga. Sebab, keluarga pada dasarnya dapat menjadi kelompok penopang (support group) dan jaring pengaman (safety net) utama bagi setiap orang.

Lebih banyak jaringan bisa berarti lebih banyak sumberdaya dan personel yang (kadang) menjadi faktor kekuatan bagi seseorang. Itulah sebabnya para teoriwan sosial menyebut jaringan sebagai salah satu modal sosial. Artinya, peran keluarga tak bisa diabaikan. Bahkan penting.

“Saat menghadapi musibah, bentuk perhatian ketika stres, sakit, ketika kehilangan pekerjaan, sumber informasi, bantuan dan dukungan lainnya dapat menjadi sangat positif,” kata Rima Olivia, psikolog keluarga di Jakarta.

Terutama jika pasangan diterima dengan baik, mampu menyesuaikan diri secara adat, sosial, dan kekeluargaan yang diharapkan oleh keluarga besar kita. Maka, alih-alih membawa hubungan pada situasi konflik, bekerja sama dengan keluarga pasangan jelas bakal lebih membawa maslahat.

Sebaliknya, “Jika tidak mampu mengatasi berbagai harapan ini, bisa jadi, keluarga besar menjadi pemicu stres bagi pasangan,” kata Rima pula.

Ketidakmampuan mengikuti ritme, gaya hidup, cara menghadapi masalah yang khas, misalnya rapat-rapat keluarga yang tidak pernah ada dalam keluarganya, membuatnya merasa tertekan.

Atau, harapan yang kurang realistis terhadap fungsi keluarga besar pasangan karena, misalnya, berharap mereka bersikap seperti orangtuanya sendiri. Semua itu bisa berdampak buruk bagi hubungan kedua pihak.

“Terlebih bagi pihak perempuan. Harus pandai berkompromi. Jangan melulu berpikir menang-kalah. Apalagi meletakkan suami dalam posisi tidak menyenangkan,” kata psikolog Rieny Hassan.

Dia menyayangkan sikap perempuan yang biasanya bersikap tidak bijaksana. Setiap kali ribut soal mertua, selalu bilang, “Pilih aku atau dia?”. “Lha kalau suaminya memilih orangtuanya bagaimana? Pasti sakit,” timpal dia.

Jadi, bangunlah relasi yang dilandasi kasih sayang, laiknya kita menjalin hubungan dengan keluarga sendiri.

--

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Intisari Ekstra September 2013 dengan judul asli “Melebur Dalam Keluarga Tanpa Hancur”. Ditulis oleh Rusman Nurjaman.