Find Us On Social Media :

Batu Saluran Kemih Terbentuk Gara-gara Makanan

By Tjahjo Widyasmoro , Senin, 16 Juni 2014 | 18:15 WIB

Batu Saluran Kemih Terbentuk Gara-gara Makanan

Makanan orang Indonesia yang kebanyakan mengandung santan diduga memicu munculnya batu di saluran kemih (dan ginjal). Selain itu ada pula jenis makanan lain seperti sayur-sayuran hijau, kacang-kacangan, serta kebiasaan minum teh dan kopi yang dapat membentuk batu dan menetap di sekitar saluran kencing tersebut. Demikian antara lain pemaparan dr. Gideon Tampubolon Sp.U, Spesialis Urologi RS Premier Bintaro, di Tangerang Selatan, Kamis (12/6).

Penyakit batu saluran kemih, menurut Gideon, juga banyak ditemukan di negara-negara tropis karena faktor sinar Matahari. Banyaknya penguapan cairan tubuh membuat urin manusia cenderung menjadi pekat sehingga memicu munculnya batu. “Karena itulah kita harus banyak minum agar urine tidak menjadi pekat. Paling tidak urin yang kita keluarkan setiap hari harus 2 liter, karena itu minumnya setidaknya 2,5 liter,” tutur dia berbagi tips.

Saat ini penderita batu saluran kemih umumnya terjadi usia 30-40 tahun dengan prevalensi 2-3 persen. Pasien Gideon sendiri yang termuda berusia 14 tahun. Ada pula yang baru berusia 7 tahun. “Sekarang memang semakin muda usianya, akibat pola makan tersebut,” tambah Gideon.

Batu yang terbentuk bisa bermacam-macam bentuknya. Ada yang bulat seperti kemiri atau berbentuk batu karang. Ukurannya juga variatif, ada yang bisa keluar bersama urin, tapi ada juga yang besarnya sampai sekepalan tangan. Batu selain bisa terbentuk di saluran kandung kemih, di kandung kemih, atau di ginjal. Batu juga bisa terbentuk di satu sisi tubuh atau keduanya.  

Ada dua faktor penyebab terbentuknya batu. Faktor non-metabolik terjadi karena infeksi saluran kencing, berbaring lama, serta urin yang terkonsentrasi. Sementara faktor metabolik terjadi karena hiperpartiroidisme (misal susu kalsium tinggi, Vitamin C dosis tinggi, dll), hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urin lebih dari 250-300 mg/24 jam), hiperurisemia (asam urat darah), hiperoksalouria (kenaikan ekskresi oksalat di atas normal), dan cystinuria (ekskresi asam amino sistein yang sukar larut).

Menurut Gideon, orang Indonesia biasanya mengatasi bebatuan ini dengan obat-obatan herbal atau jamu. “Cara tersebut bisa saja dilakukan, tapi hanya menolong sebanyak 25 persen  atau batu-batu yang berukuran 4-5 mm saja. Setelah tiga sampai lima tahun, biasanya akan kambuh kembali,” tutur dia.

Di masa lalu ada dua cara untuk mengenyahkan batu dari ginjal, yakni Extracorporeal Shock Wave Lithotropsy (ESWL) dan pembedahan. EWSL ditempuh bila batu ginjal memiliki diameter maksimal 2 cm, sementara jika ukurannya lebih besar atau batu lebih dari satu buah dan bercabang, maka akan diadakan pembedahan.   

Sementara untuk batu saluran kemih, tindakan yang dilakukan adalah dengan memcah batu melalui cara mekanik, ultrasonik (sering salah disebut “laser”), serta laser yang sesungguhnya. Saat ini tindakan dengan laser semakin populer lantaran prosesnya berlangsung cepat dan masa perawatan pasien juga lebih singkat. “Tindakannya cuma sepuluh menit, dan besoknya pasien sudah bisa pulang,” tutur Gideon.

Untuk memecah batu kandung kemih, dokter bisa menggunakan Laser Thulium yang berkekuatan 2.010 nm 150 W dan Laser Holmium (2.100 nm 30 W). “Hanya saja khusus untuk batu ureter atau yang berada di saluran hanya digunakan Laser Holmium karena kelebihan energi yang terpendar itu masih lurus dan tidak akan berisiko terhadap area di sekitarnya,” kata Gideon.