Find Us On Social Media :

Makanan Cepat Saji Bikin Anak Lamban Berpikir?

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 30 Desember 2014 | 08:00 WIB

Makanan Cepat Saji Bikin Anak Lamban Berpikir?

Intisari-Online.com – Makanan cepat saji banyak dikonsumsi, terutama oleh anak-anak. Seringkali mereka tertarik karena kemasan dan penyajian makanan yang cepat. Meski sudah diketahui bahwa makanan cepat saji tidak memberkan nutrisi yang baik bagi anak-anak, tetap saja orangtua masih banyak yang membiarkan anak-anak mereka mengonsumsinya. Orangtua tampaknya tidak tahu bahwa makanan cepat saji bikin anak lamban dalam berpikir, salah satu efek buruknya.

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa terlalu sering mengonsumsi makanan cepat saji tidak hanya menyebabkan obesitas pada anak-anak, tetapi juga mempengaruhi otak mereka. Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di Ohio State University menunjukkan bahwa makan makanan cepat saji bikin anak lamban dalam berpikir.

“Penelitian ini berfokus pada efek makanan pada obesitas anak-anak. Namun, penelitian ini pun memberikan bukti bahwa makan makanan cepat saji juga terkait dengan masalah lain, yaitu mengurangi kemampuan otak anak,” kata pemimpin peneliti Kelly Purtell, seperti dilansir Health Daily Post.

Hasil yang diperoleh para peneliti tersebut setelah melihat data dari 8.544 anak-anak di sekolah-sekolah Amerika. Peneliti mengukur seberapa sering anak-anak itu makan makanan cepat saji pada usia 10 tahun, kemudian membandingkannya dengan nilai akademis mereka. Lalu, para peneliti mengulangi lagi penelitian mereka tiga tahun setelahnya.

Anak-anak yang makan makanan cepat saji hampir setiap hari memiliki nilai akademis yang lebih buruk. Para peneliti juga menemukan bahwa konsumsi makanan cepat saji membuat otak anak bekerja lebih lamban dan membuat mereka sulit untuk mengikuti pelajaran di sekolah.

Namun, dalam penelitian ini para peneliti tidak hanya mengukur hubungan antara kemampuan otak anak dengan makanan cepat saji saja. Mereka juga menghitung variabel lain yang dapat mempengaruhi seperti aktivitas fisik, indikator kelas ekonomi, dan menghitung berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh anak-anak itu untuk menonton televisi.