Perempuan-perempuan Korban Trafficking: Laura Hanya Ditebus Rp1,5 Juta

Moh Habib Asyhad

Penulis

Perempuan-perempuan Korban Trafficking: Laura Hanya Ditebus Rp1,5 Juta

Intisari-Online.com -Kasus perdangan manusia (human trafficking) di Indonesia sangat memprihatinkan. Data International Organization for Migration (IOM) menyebut, sejak Maret 2005 – Desember 2014 angkanya mencapai 6.651. Itu artinya, Indonesia menjadi negara terbesar untuk kasus perdagangan manusia. Intisari edisi Desember 2010 secara ekslusif pernah memuat cerita perempuan-perempuan korban human trafficking, salah satunya adalah Laura (bukan nama sebenarnya).

Gadis belia asal Jawa Barat ini adalah salah satu korban trafficking yang dikirim ke Oman sebagai pembantu rumah tangga Juli 2010 lalu. Awal kisahnya saja sudah sangat tragis karena ia ternyata dijual oleh ibunya sendiri. Harganya enggak mahal-mahal amat, cukup Rp1,5 juta saja, kepada sebuah Perseroan Terbatas, sebut saja namanya PT Anugerah Putera, di Jawa Timur. Tak heran kalau kebencian akan ibunya terus terpendam dalam hatinya hingga sekarang ini.

Keinginan Laura sebenarnya sederhana: ingin bekerja di pabrik boneka. Tapi teman ibunya yang menjanjikan akan memberi pekerjaan, malah membawanya ke sebuah PT yang ternyata adalah penyalur tenaga kerja ilegal. Ibarat hati ingin menggapai rembulan, Laura malah tercebur ke comberan.

Kondisinya sebagai anak ingusan benar-benar dimanfaatkan oleh PT Anugerah Putera. Selama dua bulan, ia hanya diberi pembekalan pelajaran menulis. Kemudian, tanpa memberikan surat kontrak apa pun, ditambah ancaman untuk mengembalikan “Uang Sponsor” sebesar Rp3 juta jika ia membandel, Laura setuju saja diberangkatkan ke Oman.

“Saya baru tahu kalau ‘Uang Sponsor’ itu adalah nilai harga diri saya serta biaya hidup selama dua bulan di PT itu. Ada pegawai PT yang memberi tahu. Sejak itu saya baru tahu kalau ibu telah menjual saya,” paparnya.

Di Oman, nasib membawa Laura ke tangan majikan pertamanya bernama Ibu Rokhim. Pertama bertemu ia masih baik, namun begitu lima belas hari berlalu, mulailah datang berbagai siksaan fisik dan batin yang harus ia jalani sendiri.

Bekerja delapan belas jam sehari dari pukul 05.00 mau tak mau harus dilakoninya. Membersihkan rumah, merawat empat orang anak, memasak, dan semua pekerjaan rumah harus ia kerjakan sendiri. Ketika ia mengeluh sakit pun, majikan sama sekali tak percaya. Bahkan pernah Laura hampir kena pukul dan tidak diberi makanan karena dianggap tak becus bekerja. Setiap Ibu Rokhim datang menghampiri kamar tidurnya pada malam hari, ketakutan langsung mendera.

Ketidakpuasan Ibu Rokhim pada kerja Laura akhirnya membuatnya dipulangkan ke Agen Penyalur Tenaga Kerja di Oman. Setelah mendapat caci maki dan tamparan dari petugas di Agen Penyalur, ia dioper ke majikan baru. Dasar nasib buruk masih enggan pergi, Laura malah bertemu bos yang lebih sadis dibandingkan dengan majikan pertamanya.

Beban kerjanya lebih banyak sampai jarang sekali sempat tidur. Hanya lima belas hari bertahan, Laura minta berhenti. Akhirnya Agen Penyalur menyadari Laura masih terlalu kecil untuk bekerja. Dia pun dipulangkan ke Indonesia, dibantu oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia.

“Meski sekarang tak digaji, saya merasa aman sudah (kembali) di Indonesia. Saya hanya akan bekerja di Indonesia. Tak ingin ke luar negeri lagi,” paparnya.