Find Us On Social Media :

Hikikomori, Saat Hampir 1 Juta Penduduk Jepang Mengunci diri di Kamar Bertahun-Tahun untuk Berselancar Internet dan Membaca Manga

By Moh Habib Asyhad, Kamis, 9 Juli 2015 | 14:30 WIB

Hikikomori, Saat Hampir 1 Juta Penduduk Jepang Mengunci diri di Kamar Bertahun-Tahun untuk Berselancar Internet dan Membaca Manga

Intisari-Online.com - Krisis sosial juga kesehatan tengah menyerang hampir 1 juta penduduk Jepang. Kondisi aneh ini disebut Hikikomori, yang membuat hampir 1 juta penduduk Jepang mengunci diri di kamar bertahun-tahun untuk berselancar internet dan membaca manga.

Penderita Hikikomori sebagian besar adalah pemuda. Mereka seolah mengisolasi diri dari kehidupan sosial. Tidak hanya satu atau dua hari, atau satu minggu, tapi hingga bertahun-tahun.

Salah seorang pakar hikikomori di Jepang, Dr Takahiro Kato, juga pernah mengalami kondisi serupa saat dirinya masih mahasiswa. Kini ia bekerja untuk mencegah dari meluasnya pengaruh sindrom ini pada generasi setelahnya.

Dr Kato mengatakan, mereka yang terkena sindrom ini rata-rata cerdas dan berasal dari keluarga mampu. “Bahkan beberapa hikikomori telah merampungkan studi di universitas-universitas terkenal dengan kualitas yang sanga baik.”

Yuto Onishi (18) dari Tokyo adalah salah satu orang yang pernah mengidap sindrom hikikomori. Setelah menjalani terapi selama 6 enam bulan, ia akhirnya sembuh dan sudah terbiasa “keluar dari kamarnya lagi”. “Saya menduga ini, ini dipicu oleh insiden di SMP ketika saya gagal sebagai pemimpin kelas.”

 

Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejateraan Jepang mendefinisikan hikikomori sebagai orang yang tidak berpartisipasi dalam masyarakat—terutama bekerja atau belajar—dan tidak memiliki hubungan non-keluarga dekat. Kato yakin, lingkungan sangat berkontribusi terhadap merebaknya sindrom ini.

 

“Sangat jarang menemukan kasus serupa di keluarga miskin, rata-rata adalah kelas menengah ke atas. Jepang sangat berbeda dengan Barat soal hubungan orangtua dan anak. Orangtua di Jepang overprotektif terhadap anak-anak mereka dan ini membuat anak-anak sulit menjadi mandiri,” tegas Dr Kato.