Gagal Di Sini, Sukses Di Sana

Agus Surono

Penulis

Gagal Di Sini, Sukses Di Sana

Ada yang aneh dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hal itu tersirat dalam lomba yang diadakan oleh Intisari beberapa waktu silam. Betapa pemerintah kurang perhatian terhadap sektor ini padahal pengaruhnya amat signifikan. Memang, hasilnya jangka panjang, sesuatu yang belum masuk alam pikiran birokrat.Intisari edisi September 2011 mengangkat soal pendidikan di Indonesia dengan menyoroti soal banyaknya siswa berprestasi yang memilih ke luar negeri daripada di negeri sendiri. Hal itu sangat beralasan sebab justru perguruan tinggi luar negeri yang aktif memberikan beasiswa dengan sistem ikatan dinas. Padahal, menurut pengakuan Thomas Wibowo, S.Pd., pengajar senior di SMAK 1 Penabur Jakarta Barat, 50% siswa-siswi SMAK 1 lebih memilih universitas negeri seperti UI, ITB, dan UGM sebagai perguruan tinggi tujuan.Sayangnya, tak ada beasiswa bagi mereka yang ingin masuk ke perguruan tinggi tadi. Juga proses seleksinya terbilang sulit. Dari 48 undangan SMPTN di SMAK 1 Penabur, hanya empat yang diterima. Hanya sekitar 10%-nya! Tak heran kalau anak-anak di SMAK 1 Penabur lebih memilih bersekolah di luar negeri.Singapura merupakan negeri yang agresif mencari bibit-bibit berprestasi di negeri ini. Seperti yang terjadi di SMAK 1 Penabur, setiap tahun seorang dekan dari Nanyang Technological University (NTU) dan National University Singapore (NUS) datang ke sekolah tersebut untuk mempresentasikan universitas mereka. Acara ini tidak wajib diikuti siswa, akan tetapi sekitar 50 siswa hadir mendengarkan presentasi.Menurut Thomas, setiap tahun ada sekitar 25 - 30 siswanya yang meneruskan ke Singapura dan 75% dari mereka mendapatkan beasiswa. Konsekuensi dari beasiswa itu adalah mereka harus bekerja di perusahaan yang teregistrasi resmi oleh Pemerintah Singapura selama beberapa tahun. Bagi mereka yang mengejar prestasi tak masalah soal itu.Apa kerugian bagi Indonesia? Bayangkan jika siswa tersebut membuat penelitian atau menemukan sebuah rumus yang amat fenomenal. Yang memperoleh nama selain si siswa tersebut tentunya juga pihak universitas. Lalu kalau mereka membuat penelitian dan diterbitkan di jurnal ilmiah yang bergengsi, negara Singapura yang memperoleh hasilnya. Banyaknya artikel penelitian di jurnal ilmiah bergengsi menjadi salah satu tolok ukur kemajuan sebuah bangsa.Jika kondisi di dalam negeri tidak dibenahi, akan makin banyak siswa berprestasi yang "lari" ke luar negeri. Inilah saatnya pemerintah - khususnya institusi pendidikan - berkaca dan berbenah diri.