Find Us On Social Media :

Alah Bisa Karena Biasa

By Hendi Setiawan, Kamis, 17 November 2011 | 08:00 WIB

Alah Bisa Karena Biasa

Intisari-Online.com - Peribahasa alah bisa karena biasa manjur sekali, terbukti benar dalam beberapa kejadian yang saya alami, mungkin pengalaman anda juga demikian. Luar biasa visi nenek moyang kita menciptakan sebuah peribahasa yang berlaku sepanjang masa.

Pada suatu hari tahun 1972, murid-murid kelas dua paspal di sebuah SMA Negeri di Bogor ngerumpi tentang ejaan baru - sekarang disebut Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD. Salah seorang murid berkata pada teman-temannya, "Kita pasti kagok ya menulis dengan ejaan baru, soalnya sejak kelas satu SD sampai dua SMA kita pakai ejaan lama". Dia melanjutkan. "Kalau anak-anak kelas satu SD pasti enggak ngerasain kagok menulis pakai ejaan baru. Soalnya mereka belajar menulis dan membaca sudah pakai ejaan baru". Anak-anak remaja yang suka bergurau itu melanjutkan, "Nanti Coca Cola dibaca 'Tjotja Tjola' ya ...ha...ha..ha...". Satu tahun kemudian mereka ujian akhir SMA dan mendaftar ke perguruan tinggi, ternyata kekhawatiran akan kagok menulis dengan ejaan baru tak terbukti. Biasa-biasa saja. Coca Cola tetap dilafalkan 'koka kola' bukan 'tjotja tjola'.

Pada saat saya remaja dulu, belajar mengendarai sepeda motor tidak semudah sekarang. Sebabnya belum ada sepeda motor matic alias berkopling otomatik. Kiat belajar mengendarai sepeda motor adalah pertama harus sudah mahir mengendarai sepeda, kedua kunci motor di-'on'-kan lalu motor di-'slah' sampai hidup. Kemudian tarik kopling dengan tangan kiri, lepas kopling pelan-pelan bersamaan dengan tangan kanan memutar gas pelan-pelan. Prinsipnya melepas kopling dan memutar gas harus sinkron, bila tidak maka mesin sepeda motor akan mati. Bila sudah gapah menyelaraskan lepas kopling dan putar gas, sepeda motor melaju dan pengendara tinggal melancarkan saja. Butuh waktu beberapa hari sampai beberapa minggu agar betul-betul mahir. Alah bisa karena biasa.

Setelah mahir mengendarai sepeda motor, cita-cita berikut adalah mampu menyetir mobil. Walaupun orangtua tak punya mobil bukan halangan untuk belajar mengemudi. Meminjam mobil saudara. Kiat mahir mengemudi mobil ternyata tak jauh beda dengan sepeda motor. Kata teman yang sudah mahir, "Kalau sudah bisa naik motor, nyetir mobil gampang". Pertama persneling dinetralkan dulu, kemudian hidupkan mesin mobil. Selanjutnya injak kopling dengan kaki kiri, tangan kiri memasukkan perseneling ke gigi satu, lepas injakan kopling pelan-pelan, mobil akan jalan dan selanjutnya tinggal memahirkan pergantian gigi persneling serta membiasakan diri melihat ke kiri-kanan-belakang menggunakan kaca spion. Setelah latihan kira-kira sebulan barulah ada keberanian mengemudi di jalan raya. Lama-lama ternyata mengemudi mobil mudah sekali. Alah bisa karena biasa.

Suatu hari kebetulan karena bekerja di perusahaan yang mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan sejenis di Asia Pacific,  mengharuskan karyawan bidang tertentu meeting dengan mitra kerja se-Asia Pasifik. Meeting diselenggarakan di Singapura, dipimpin GM Logistic berkebangsaan Inggris dan rupanya dia tahu persis biasanya orang Thailand, Indonesia, Vietnam, Taiwan, Korea, dan Jepang kurang fasih berbicara bahasa Inggris dibanding dia yang orang Inggris atau orang-orang Singapura, Malaysia, Filipina, Australia, New Zealand, dan Hongkong.  

Si orang Inggris pada awal pertemuan hari pertama memberitahu peserta meeting, harap berbicara tidak terlalu cepat, gunakan transparancy sheet - belum ada power point saat itu - agar semua orang mengerti. Bagi yang belum terbiasa berbicara bahasa Inggris, bicara saja, salah tak jadi soal, karena bahasa Inggris bukan bahasa ibu Anda, ujar GM Logistic dalam bahasa Inggris. Umumnya non English native speaker terlihat pendiam pada hari pertama, tapi pelan-pelan pada hari kedua dan hari ketiga meeting alhamdulillah sebagian non English native speaker makin berani berbicara cas-cis-cus. Apalagi ada kewajiban presentasi makalah bagi setiap peserta meeting. Selanjutnya setelah kembali ke Tanah Air masing-masing, ditambah komunikasi kerja via fax dan belakangan pakai email, maka bahasa Inggris tidak masalah lagi. Sekali lagi alah bisa karena biasa.

Tak sia-sia nenek moyang kita menciptakan peribahasa alah bisa karena biasa yang begitu canggih. Terbukti manjur sepanjang masa.