Penulis
Intisari-Online.com – Bersama pembimbing dan beberapa teman, Untung mendaki Gunung Ungaran. Setelah susah payah mendaki lereng terjal, sampailah mereka di sebuah jalan setapak yang agak datar. Untung melompat-lompat kegirangan. Dibandingkan dengan jalan naik ke Gunung Lawu, Merbabu, dan Merapi yang pernah Untung daki, jalan itu sangat berbeda. Bahkan di kiri kanan jalan setapak itu tampak ada padang luas yang datar.
“Weh, naik gunung kok jalannya rata kayak begini. Bisa dong main voli atau sepak bola di sini!” pekik Untung bergaya. Sementara rombongan lainnya masih agak jauh di belakang mereka.
Mereka terus melangkah penuh semangat. Tahu-tahu, Untung dan teman-temannya melihat sorot lampu senter. Makin lama makin mendekat. Mereka ternyata rombongan lain yang naik dari Ambarawa, sementara Untung dan rombongannya naik dari Bandungan.
“Lho Mas! Malam-malam begini kok sudah mau turun ta?” tanya mereka.
“Lho, memangnya ini jalan turun?” tanya Untung.
“Lho iya Mas! Ini jalan turun ke Ambarawa!”
Spontan Untung dan teman-temannya terdiam.
“Woh ya ta! Makanya, jalannya kok agak rata dan kiri kanan tidak ada pepohonan!”
Mereka pun lantas mengubah arah menuju puncak Gunung Ungaran. Ternyata jalan menuju puncak lebih sulit dan lebih terjal dibandingkan dengan jalan menuju Gunung Lawu.
“Tiwas seneng-seneng dalane rata jebul keblasuk! (Wah, terlanjur senang dan bergaya mendapat jalan yang datar, ternyata tersesat!)” kata Untung disambut gelak tawa teman-temannya.
Ebiet G.Ade seorang penyanyi pop menulis dalam syair lagunya, “Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa kita.” Banyak orang yang kerap kali bangga ketika berbuat salah, bahkan dosa. Itulah kesombongan kita, manusia! (Hidup Itu Lucu dan Indah)