Hidup Ibarat Telepon

K. Tatik Wardayati

Penulis

Hidup Ibarat Telepon

Intisari-Online.com – Di Wisma Pemondokan ada tiga buah telepon yang diparalel. Satu di kamar Kepala Asrama, satu di kamar Rektor lain, dan satu lagi di ruang teve para penghuni pondokan. Dalam keadaan normal, tidak ada soal. Namun, kalau jalurnya rusak, ada-ada saja kekonyolan.

Suatu kali, telepon rusak sehingga dering suara telepon yang masuk tidak terlalu panjang. Bunyinya hanya singkat, “Thing!” Bunyi ini persis seperti kalau salah satu dari paralelnya diangkat hendak digunakan untuk menelepon.

“Thing!” buru-buru Untung yang bertugas piket saat itu mengangkat gagang telepon yang di ruang teve.

“Selamat sore, Wisma Sanjaya!” seru Untung.

Tak ada sahutan.

“Thing….!” Suara telepon lagi.

“Ya, selamat sore, Wisma Sanjaya. Mau bicara dengan siapa?!”

Tak ada sahutan.

Tak lama kemudian, Kepala Asrama masuk ruang teve.

“Tung, saya mau telepon, telepon yang di sini nggak usah diangkat ya!” kata beliau.

Untung baru menyadari kalau bunyi “Thing” yang berkali-kali tadi bukan telepon yang masuk, melainkan karena telepon yang di kamar Kepala Asrama diangkat hendak digunakan untuk menelepon. Ya, terang saja, setiap kali diterima dan diberi salam tak ada sahutan!

Kalau saluran telepon rusak, komunikasi memang akan terganggu. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan kita. Kalau saluran hati nurani kita rusak, komunikasi dengan Tuhan dan sesama pun akan bisa terganggu. Untuk itu, perlulah kita selalu menjaga kejernihan hati nurani, kebeningan budi, dan keheningan jiwa, agar kita bisa berkomunikasi dengan baik. (Hidup itu Indah dan Lucu)