Penulis
Intisari-Online.com – Suatu sore, Untung diajak Pak Ketua ke sebuah lingkungan. Untuk mencapai lingkungan itu harus mendaki bukit yang cukup tinggi. Biasanya jip Pak Ketua ditinggal di kaki bukit, sebab memang tidak mungkin dinaiki sampai atas, tempat mereka mengadakan pertemuan. Seperti biasa, selesai pertemuan, para tamu diberi suguhan ala tempat itu. Cirinya: porsinya banyak, dan harus dihabiskan.
Saat itu perut Untung terasa sakit. Ia ingin buang air besar, tetapi ia tahan-tahan. Tibalah saat yang paling mengerikan, ketika Untung harus menghabiskan suguhan nasi ketan yang menggunung di piring. Prinsip harus dimakan habis, kalau tidak akan menyinggung perasaan tuan rumah, tidak bisa dielakkan oleh Untung. Sehabis makan, Untung gelisah bukan main karena sudah tidak tahan dengan proses perutnya. Keringat dingin mulai mengalir di sekujur tubuhnya.
Untung tahu bahwa penduduk di situ tidak biasa dengan WC. “Pak, apakah di sini ada sungai! Perut saya sakit! Enggak tahan nih!” tanya Untung kepada Pak Ketua yang mengajak Untung. Pak Ketua hanya terkekeh mendengar pertanyaan Untung. Untung menangkap tawa beliau dan geli sendiri. Tentu saja, di atas pegunungan seperti daerah yang dikunjungi itu tidak ada sungai. Apalagi waktu itu musim kemarau.
“Nih, genggam erat-erat!” kata beliau sambil memberikan kerikil kepada Untung.
Kerikil digenggamnya erat-erat. Untung tidak berpikir, bahwa semakin erat menggenggam kerikil, berarti dia makin ngeden (mengejan). Tentu saja, hal itu membuat Untung semakin tidak tahan. Akhirnya, Untung lari keluar dan mencari tempat aman di lereng bukit. Di balik bongkahan batu yang besar Untung membereskan “penyakitnya”.
Saat mereka pulang, mereka melewati kawanan kambing yang berkeliaran di sepanjang jalan menuju kaki bukit. Tiba-tiba saja ada seekor anak kambing yang mengembik, persis saat Untung lewat di sampingya.
“Nah, kamu diejek anak kambing tuh! Dengar suara kambing itu ‘ngie…yeeek!’ Ya kan?”
Teman-teman yang mengetahui keadaan Untung langsung terpingkal-pingkal.
Pepatah mengatakan, “Tak ada rotan, akar pun jadi!” Dalam keadaan terjepit, kita memang ditantang untuk menggunakan akal kita, tanpa harus merugikan orang lain. (Hidup Itu Lucu dan Indah)