Find Us On Social Media :

Tuhan, Kirim Saya Ke Luar Negeri ...

By Randi Hari Putra, Selasa, 19 Juni 2012 | 08:00 WIB

Tuhan, Kirim Saya Ke Luar Negeri ...

Intisari-Online.com - Saya belum pernah ke luar negeri. Bahkan hanya untuk ke Singapura atau Malaysia yang katanya tiketnya lebih murah di bandingkan pergi ke Bali.

Beberapa teman di kampus sudah beberapa kali menginjakkan kaki di negeri orang. Entah untuk pelesir atau yang lebih seringnya konferensi internasional pemuda. Youth Conference inilah, Youth Congress itulah, dan ada juga pertukaran pelajar. Foto profil Facebook mereka lebih jitu bikin tambah kepincut bertandang ke sana. Siapa coba yang tak mau melihat sendiri menara Eiffel? Atau benar-benar mendengar orang Korea bercakap-cakap di kampungnya sendiri? Gratis pula! Karena biasanya ada saja sponsor yang memberi dana, selain dari kampus juga tentunya. Bergengsi rasanya jika bisa terbang ke luar negeri, apalagi dengan biaya pribadi Rp0.

Pernah sekali waktu meminta wejangan dari salah seorang teman yang sudah pernah ke Tokyo dan Seoul untuk konferensi kepemudaan tadi. Ia hanya menyarankan untuk rajin mencari info tentang acara-acara internasional seperti itu. Kemudian  banyak-banyak latihan menulis esai dalam bahasa Inggris. Semudah itu? Tak juga. Dari 5 seleksi yang saya ikuti, tak ada satu pun yang nyangkut. Alih-alih dapat surat undangan yang berbunyi, “We invite you to join in our event ...” malah menerima surel permohonan maaf. Sempat ditelepon langsung dari Australia, tapi tak ada satu kata pun yang saya mengerti selain, “I am from Australia.” Entah karena memang sinyal telepon yang jelek atau telinga saya yang belum dikorek, selebihnya hanya sengau yang terdengar .

“Jangankan ke luar negeri, ke Bandung aja aku belum pernah. Iri deh kamu bisa dapat kuliah di Bandung,” ucap salah satu teman lama di Jambi ketika kami bercakap-cakap di telepon. Muram durja saya yang gagal ke konferensi luar negeri tertumpah di sana dan hanya itu yang keluar dari mulut teman saya.

“Seberuntung itukah?” tanya saya dalam hati.

“Mungkin belum rezeki kamu ke sana sekarang. Tunggu saja, pasti bisa kok,” ucap teman saya akhirnya.  Saya mengiyakan.

Memang benar mungkin itu belum rezeki. Belum ada izin dari Tuhan untuk pergi ke sana. Ini bisa jadi sentilan. Bagaimana pula akan terbang ke luar negeri jika kesempatan dapat bersekolah di Bandung saja belum benar-benar saya syukuri?

Tuhan pasti amat senang dengan makhluknya yang berterima kasih, bersyukur sudah diberi apa pun dari-Nya. Siapa yang tak senang jika pemberian kita disambut berarti oleh orang lain?  Bahkan mungkin tangan ini tak segan memberi lagi. Apalagi tangan Tuhan yang Maha Kaya, setelah kita syukuri benar-benar nikmat yang ada, amat pasti Ia akan menurunkan lebih banyak lagi anugerahnya.

“Alhamdulillah atas nikmat-Mu memberiku kesempatan belajar di sini ya Allah,” doa saya kemudian. Tiap malam.

Setelah itu? Berusaha lagi!