Hanya Ingat Hari Raya

K. Tatik Wardayati

Penulis

Hanya Ingat Hari Raya

Intisari-Online.com – Setiap tahun saya menikmati hari raya Lebaran. Hari yang penuh dengan rahmat dan sukacita. Hari raya Idul Fitri, hari utama dan pertama, hari besar dan teladan dari segala hari-hari yang lain. Pagi-pagi umat bangun dan pergi sembahyang. Sadar bahwa Allah harus memberkati setiap hari, setiap tahun baru. Bagus dan menarik sekali melihat ribuan orang menyembah Allah. Kemudian terjadi saling mengunjungi, saling memaafkan, dan saling menghibur. Anak-anak mengunjungi orangtua, membawa hadiah perhatian, orang sakit dikunjungi, pembantu-pembantu diberi libur, orang miskin diberi sembako, malahan oarang yang telah meninggal dunia dikunjungi, ditaburi bunga dan didoakan.

Semua orang berdandan rapi dan bersih serta senyum menghias wajah mereka. Memang hari raya, hari kemenangan, hari sukacita, dan penuh kedamaian. Saya yakin Allah pun tersenyum. Begitulah Dia merencanakan hidup umat manusia, supaya berbuah, berarti satu sama lain.

Akan tetapi sayang suasana Lebaran berakhir, hari biasa, hari sibuk datang lagi dan apa yang kita lihat. Ternyata perayaan Lebaran, hari sukacita hanya suatu ritual, suatu ideal, suatu petunjuk saja. Kita tidak mampu mempertahankan anugerah dan kebaikan hari raya kemenangan atas segala yang jahat itu.

Allah merencanakan agar manusia hidup selalu takwa dan dekat pada-Nya. Dia menghendaki supaya kita hidup sebagai kakak-adik sebagai saudara satu sama lain. Tuhan menghendaki agar Bumi berkembang dan menggembirakan semua pihak. Namun apa yang terjadi? Habis janji, habis bersyukur, manusia suka jatuh kembali.

Pidato, khotbah yang indah, bermutu, dan menarik terlupakan dan diabaikan. Kembali sifat jelek, manusiawi, dan duniawi kembali menguasai hidup manusia. Saling mengampuni menjadi saling membunuh, membenci, atau menyakiti. Membagi-bagi sembako berubah menjadi perampokan dan korupsi demi kepentingan sendiri. Lalu Allah, ia dikesampingkan, tidak dibutuhkan. Manusia sendiri merasa mampu dan berkuasa.

Mengapa suasana, kanji, keindahan hari raya, begitu cepat ditinggalkan. Tetapi di tengah segala penipuan ada suatu hal yang memberi harapan, Allah sendiri tidak pernah menyerah kalah. Dia tampil sebagai Allah yang maha sabar, maha pengampun, dan penuh keyakinan. Mudah-mudahan tahun depan lebih baik, mudah-mudahan suasana sukacita dan lebaran bertahan lebih lama.

Untuk banyak orang, besok menjadi hari kerja biasa, sekolah lagi. Memang manusia harus berjuang, tetapi semoga nilai-nilai, anugerah-anugerah, hari raya kemenangan tetap berkembang, subur dan bertahan. Biarlah pengampunan, saling memperhatikan dan takwa kepada Allah tetap mewarnai hidup kita. (Hidup Untuk Menghidupkan)