Selalu Ada Jalan Keluar

Agus Surono

Penulis

Selalu Ada Jalan Keluar

Intisari-Online.com - Bill sedang dalam perjalanan pulang suatu malam. Sedan Pontiac yang sudah tua menyusur pelan di jalan dua jalur itu. Sejak pabrik tempatnya bekerja ditutup, praktis ia tidak punya pekerjaan tetap. Padahal beban hidupnya justru semakin bertambah. Sebentarlagi istrinya melahirkan anak pertama mereka.

Jalanan begitu sepi sebab banyak penduduk yang sudah meninggalkan kota ini semenjak pabrik tutup. Ia tak bisa meninggalkan kota kelahirannya begitu saja. Ada banyak jejak tertanam di sini. Orangtuanya dikuburkan di kota ini. Masa kecilnya dihabiskan di sini. Jadi, terlalu berat baginya untuk meninggalkan kota, terlebih istrinya sedang hamil.

Dalam kondisi cuaca yang tak bersahabat itu, ia melihat seorang wanita paro baya berdiri di dekat mobil Mercedesnya. Meski tak leluasa melihat karena terhalang hujan, namun ia tahu bahwa wanita itu membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu Bill segera menepikan sedannya, dan segera keluar.

Wanita itu sendiri terlihat agak ketakutan begitu Bill mendekat. Sosok Bill memang seperti orang miskin dan "lapar". Namun begitu melihat senyum Bill yang tulus, wanita itu pun agak lega. Setelah menyapa, wanita itu menyatakan bahwa ia sudah berjam-jam di pinggir jalan tanpa ada yang mau berhenti menepi.

"Ada yang bisa saya bantu Bu? O ya, nama saya Bill," kata Bill sembari memperkenalkan diri. Ternyata ibu itu mengalami masalah ban bocor. Setelah menyuruhnya masuk saja ke dalam mobil, Bill segera menuju Pontiacnya dan mengambil dongkrak. Meski hanya persoalan ban, namun bagi wanita tua dan dalam kondisi cuaca yang hujan tentu amat susah untuk mengganti ban sendiri.

Dengan tangan lecet dan sedikit usaha keras, akhirnya Bill bisa mengganti ban itu. Itu mulai mendapatkan salju Banjir gelap dan terang yang turun. Dia akan lebih baik cepat-cepat. Kau tahu, dia hampir tidak melihat wanita tua, terdampar di sisi jalan. Tetapi bahkan dalam cahaya redup hari, ia bisa melihat dia membutuhkan bantuan.Ketika sudah selesai, wanita itu ingin membayar jasa Bill. Namun, Bill saat itu berniat tulus membantu sehingga tidak memikirkan uang. Ia butuh uang, namun tidak dengan cara seperti itu memperolehnya. Oleh karena itu, ia menolak dengan halus sejumlah uang dari wanita itu dan menyatakan bahwa uang itu bisa diberikan kepada orang yang membutuhkannya, " ... sambil mengingat apa yang telah saya lakukan," kata Bill tersenyum.

Wanita itu pun lalu bergegas melaju. Tak seberapa lama ia melihat sebuah kafe kecil dan berniat untuk mengisi perut sembari minum kopi menunggu cuaca bagus. Kafe itu begitu suram, dengan dua pompa bensin berada di bagian luar. Juga sudah dalam kondisi tua pompa tersebut.

Begitu masuk ia disapa oleh pelayan yang langsung bergegas masuk ke dalam dan keluar sambil membawa handuk. Ia minta izin untuk menyeka rambut wanita yang basah, lalu masuk ke ruangan untuk menaruh handuk. Setelah duduk baru wanita tua tadi menyadari bahwa sang pelayan sedang hamil. Ia merasa kasihan melihat usia kehamilannya yang ditaksirnya sudah hampir penuh itu namun masih tetap bekerja.

Selesai makan, wanita itu membayar dengan uang seratus dolar. Namun tak ada kembalian sehingga pelayan itu pergi sebentar keluar. Wanita itu lalu teringat Bill dan kemudian menuliskan sesuatu di kertas tisu dan menaruhnya di meja kasir. Ia lalu menyelinap dan langsung pergi. Ia merasa tak perlu menunggu uang kembalian yang tak seberapa dibandingkan dengan kebaikan-kebaikan yang ia terima pada hari itu.

Ketika pelayan itu kembali dan mendapati wanita tua tadi sudah tidak ada, ia sedikit kaget. Terlebih setelah membaca tulisan di kertas tisu yang menyatakan bahwa uang sisa bisa diambil untuk kebaikan yang telah diberikan.

Air mata menetes di pelupuk mata pelayan tadi. Baginya, itu uang yang sangat berharga di tengah sepinya pengunjung. Dia tahu betapa cemasnya sang suami menghadapi hari-hari yang akan datang. Ketika ia pulang dan berbaring di samping suaminya yang sudah tidur, ia berbisik dengan suara lembut dan rendah, "Semuanya akan baik-baik saja, aku mencintaimu Bill." (*)