Penulis
Intisari-Online.com - Pernikahan itu telah berjalan empat tahun, namun pasangan suami-istri itu belum juga dikaruniai seorang anak.
Mulailah kanan kiri berbisik-bisik, “Kok belum punya anak juga ya? Masalahnya di siapaya? Suaminya atau istrinya ya?” Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik. Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi dan melakukan pemeriksaaan.
Hasil laboratorium menyatakan bahwa persoalan terletak pada sang istri. Sedangkan sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak. Melihat hasil seperti itu, sang suami seorang diri bergegas memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab. Istrinya masih menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.
"Dok, saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti Anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa," kata suami itu. Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, sampai akhirnya sang dokter mengiyakan.
Sang suami segera memanggil sang istri yang telah lama menunggunya. Tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Di ruang dokter mereka duduk berdiam. Sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan menelaah hasil itu.
"Mohon maaf, dari hasil lab ini, yang bermasalah adalah Bapak, sedangkan Ibu tidak ada masalah. Kecil kemungkinan bagi kalian untuk memperoleh keturunan," kata dokter. Wajah sang suami hanya pasrah. Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat, dan sanak saudara. Lima tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri itu masih bersabar. Akhirnya, datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, yakni ketika sang istri berkata kepada suaminya.
“Saya telah bersabar selama sembilan tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata, 'Betapa baik dan setianya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya ia tidak akan memperoleh keturunan'. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya."
Mendengar permintaan istrinya itu sang suami hanya bisa berkata, “Istriku, ini cobaan dari Allah SWT. Kita mesti bersabar."
“OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi. Ingat, hanya satu tahun, tidak lebih,” ancam sang istri.
Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.
Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit. Hasil lab menyimpulkan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal. Mendengar keterangan itu, sang istri bertambah memuncak emosinya.
(BACA JUGA:Doa yang Menggoyang Langit dan Mengeringkan Samudra)
“Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini. Kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya? Saya 'kan ingin punya anak, ingin menimang bayi, ...." Sang istri pun harus opname dan jika tidak memperoleh donor ginjal kesehatannya akan memburuk.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba sang suami berkata, “Maaf, saya ada tugas ke luar negeri. Saya berharap semoga engkau baik-baik saja.”
"Haah, pergi?” tanya sang istri.
“Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal untukmu. Semoga dapat,” jawab sang suami.
Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.
Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi. Ia berkata dalam dirinya, “Suami apaan dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi.”
Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang dengan wajah kelelahan.
Ya, sebenarnya sang donatur itu tak lain adalah sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga, dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.
(BACA JUGA:Cinta Suci Rahwana) Semenjak operasi itu, sebuah keajaiban menaungi keluarga tadi. Istrinya hamil dan akhirnya melahirkan seorang bayi yang sudah lama dinantikan.
Maka, bergembiralah suami-istri tersebut, keluarga besar, dan para tetangga. Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami pun semakin menanjak kariernya.
Pada suatu hari, sang suami mendapat tugas ke luar negeri. Karena terburu-buru ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja kerjanya.
Buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya, dan membacanya.
Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung.
Setelah agak reda, ia menelepon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya. Ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya.
Sang suami hanya dapat membalas suara telepon istrinya dengan menangis pula.
Setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya.
Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.