Penulis
Intisari-Online.com – Malam itu, Sue bertengkar dengan ibunya, lalu ia bergegas keluar dari rumah. Setelah jauh dari rumahnya, ia ingat tidak memiliki cukup uang di sakunya, ia bahkan tidak memiliki cukup uang untuk menelepon ke rumahnya.
Saat ia melewati warung mi, ia menghirup aroma mi dari dalamnya, tiba-tiba ia merasa sangat lapar. Ia berharap mendapatkan semangkuk mi, tapi ia tidak punya uang.
Penjual mi melihatnya dan bertanya, “Hei gadis kecil, Kau mau semangkuk mi?”
“Tapi....saya tidak membawa uang,” jawab gadis itu malu-malu.
“Masuklah. Saya akan memasakkan semangkuk mi.”
Beberapa menit kemudian penjual mi membawakannya semangkuk mi yang masih mengepul. Baru beberapa suap, Sue menangis.
“Ada apa?”
“Tidak apa-apa. Saya hanya tersentuh oleh kebaikan Anda,” kata Sue sambil menyeka air matanya. “Orang asing yang tidak saya kenal saja memberikan semangkuk mi, tapi ibu saya, setelah bertengkar, mengusir saya keluar dari rumah. Dia kejam!”
Penjual mi mendesah:
“Gadis kecil, mengapa Kau berpikir begitu? Pikirkan lagi. Saya hanya memberimu semangkuk mi dan Kau merasa seperti itu. Ibumu telah membesarkanmu sejak kecil, mengapa Kau tidak berterima kasih dan tidak mematuhi ibumu?”
Sue benar-benar terkejut mendengarnya.
“Mengapa aku tidak memikirkannya? Semangkuk mi dari orang asing membuatku merasa berhutang budi, sementara ibu yang telah membesarkanku sejak kecil dan aku tidak pernah merasa begitu, bahkan tidak sedikit pun.”
Dalam perjalanan pulang, Sue memikirkan apa yang akan dikatakan kepada ibunya ketika ia sampai di rumah. “Bu, aku minta maaf. Aku tahu itu kesalahanku, maafkan aku...”
Setelah menaiki tangga, Sue melihat ibunya khawatir dan lelah mencarinya ke mana-mana. Setelah melihat Sue, ibunya dengan lembut berkata, “Sue, masuklah sayang. Kau pasti sangat lapar. Ibu sudah memasak nasi dan menyiapkan makanan. Makanlah selagi panas.”
Tidak bisa mengendalikan diri, Sue menangis di pelukan ibunya.
Dalam kehidupan, kita kadang-kadang dengan mudah menghargai tindakan kecil dari beberapa orang di sekitar kita, tetapi untuk kerabat, terutama orangtua kita, kita melihat pengorbanan mereka sebagai hal yang alamiah.
Orang tua kita tidak mengharapkan kita membayar kembali jasa mereka memelihara kita, tapi pernahkah kita menghargai pengorbanan tanpa syarat dari orang tua kita?