Ayah Sang Marinir

K. Tatik Wardayati

Penulis

Ayah Sang Marinir

Intisari-Online.com – "Anakmu di sini,” kata seorang marinir kepada orang tua yang berbaring di kamar perawatan. Ia harus mengulang kata-katanya beberpa kali sebelum mata orang tua itu terbuka.

Sang bapak itu baru selesai menjalani operasi karena serangan jantung. Samar-samar ia melihat seorang marinir muda berseragam berdiri di samping tabung oksigen. Ia mengulurkan tangannya. Marinir muda itu menggenggam jemari lemas orang tua itu dengan pesan cinta dan semangat.

Tiba-tiba perawat yang sedang istirahat mengambilkan kursi sehingga sang marinir muda bisa duduk di samping tempat tidur. Sepanjang malam marinir muda itu duduk memegang tangan orang tua itu dan memberikan kata-kata cinta dan kekuatan. Kadang-kadang, perawat menyarankan agar marinir itu beristirahat sebentar.

Ia menolak. Marinir itu tenggelam dalam penguatan. Menjelang fajar, orang tua itu meninggal dunia. Marinir muda itu melepas tangannya dan pergi memberitahu perawat. Ia menunggui perawat itu melakukan tugasnya.

Saat perawat itu mengeluarkan kata-kata simpatinya, marinir muda itu menyela, “Siapa orang itu?” tanyanya.

Perawat itu terkejut. “Bukankah dia ayahmu?” jawabnya.

“Bukan, ia bukan ayahku,” jawab marinir muda itu. “Aku tidak pernah melihat dia sebelumnya.”

“Lalu kenapa kau tidak mengatakan sesuatu ketika saya mengajakmu mendekatinya?”

“Saya langsung tahu telah terjadi kesalahan, tapi saya juga tahu dia membutuhkan anaknya, dan anaknya tidak ada di sini. Ketika saya menyadari ia terlalu sakit untuk mengatakan apakah saya adalah anaknya atau bukan. Tahu betapa ia membutuhkan saya, saya pun tinggal di sisinya.” (*)