Aku Bisa Terbang

K. Tatik Wardayati

Penulis

Aku Bisa Terbang

Intisari-Online.com – Kisah seorang anak kecil yang dibesarkan di panti asuhan. Anak kecil itu selalu berharap bahwa ia bisa terbang seperti burung. Itu sangat sulit baginya untuk mengerti mengapa ia tidak bisa terbang. Ada burung di kebun binatang yang jauh lebih besar daripadanya, tapi bisa terbang.

“Kenapa tidak bisa?” pikirnya. “Apakah ada sesuatu yang salah dengan saya?” ia bertanya-tanya.

Ada lagi seorang anak kecil yang lumpuh. Ia selalu berharap bisa berjalan dan berlari seperti anak kecil lainnya.

“Kenapa aku tidak bisa seperti mereka?” pikirnya.

Suatu hari anak yatim kecil yang ingin terbang seperti burung, lari dari panti asuhan. Ia tiba di sebuah taman tempat ia melihat anak kecil yang tidak bisa berjalan atau berlari, sedang bermain di kotak pasir. Ia berlari ke anak kecil itu dan bertanya apakah dia pernah ingin terbang seperti burung.

“Tidak,” kata anak laki-laki yang tidak bisa berjalan atau berlari. “Tapi aku bertanya-tanya apakah aku bisa berjalan dan berlari seperti anak lainnya.”

“Itu sangat menyedihkan,” kata anak kecil yang ingin terbang. “Apakah kau pikir kita bisa berteman?” tanyanya kepada anak kecil di kotak pasir.

“Tentu,” jawab anak kecil itu.

Kedua anak kecil itu bermain selama berjam-jam. Mereka membuat istana pasir dan membuat suara lucu dengan mulut mereka. Suara yang membuat mereka tertawa sangat keras. Lalu ayah anak kecil itu datang dengan kursi roda untuk menjemput anaknya. Anak kecil yang selalu ingin terbang berlari ke ayah anak itu dan membisikkan sesuatu ke telinganya.

“OK saja,” kata sang ayah.

Anak kecil yang selalu ingin terbang seperti burung berlari ke teman barunya dan berkata, “Kamu satu-satunya temanku dan aku berharap bisa melakukan sesuatu untuk membuatmu berjalan dan berlari seperti anak-anak lain. Tapi aku tidak bisa. Tapi ada yang bisa kulakukan untukmu.”

Anak yatim itu sedikit berbalik dan mengatakan kepada teman barunya untuk naik ke atas punggungnya. Ia kemudian berjalan di rumput. Lebih cepat dan lebih cepat ia berlari, membawa si bocah lumpuh di punggungya. Lebih cepat dan lebih cepat ia berlari di taman. Semakin jauh ia berlari, hingga angin terasa bertiup di wajah keduanya.

Ayah anak kecil itu mulai menangis saat ia melihat anaknya yang lumpuh sedikit mengepakkan tangannya naik-turun dalam angin, sambil berteriak, “Aku terbang, Ayah..... Aku terbang!” (*)