Hati yang Sempurna

K. Tatik Wardayati

Penulis

Hati yang Sempurna

Intisari-Online.com – Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyakan bahwa dialah pemilik hati yang terindah di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Satu cacat atau goresan tidak sedikut pun ada di hati pemuda itu.

Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah. Tiba-tiba, seorang lelaki tua menyeruak dari kerumunan, tampil ke depan dan berkata, “Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku?”

Kerumunan orang-orang dan pemuda itu melihat pada hati Pak Tua itu. Hati Pak Tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan lain yang ditempatkan di situ. Namun tidak benar-benar pas dan ada sisi potongan yang tidak rata. Bahkan ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Orang-orang itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa, “Anda pasti bercanda Pak Tua, coba bandingkan hatimu dengan hatiku. Hatiku sangatlah sempurna, sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan,” katanya.

“Ya,” kata Pak Tua itu. “Hatimu sangat kelihatan sempurna, namun aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini ada tanda dari orang yang kepadanya kuberikan kasihku. Aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan.

"Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian yang kasar, sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan kasih yang telah bersama-sama kami bagikan. Adakalanya aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. Hal itulah yang meninggalkan lubang sobekan.

Memberikan cinta kasih adalah kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan. Aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu. Sekarang tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya?”

Pemuda itu berdiri membisu dan air mata mulai mengalir di pipinya. Ia berjalan ke arah Pak Tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, dan merobek sepotong. Pemuda itu memberikan sobekan hatinya kepada Pak Tua dengan tangan yang gemetar. Pak Tua itu menerima pemberian itu, menaruh di hatinya dan kemudian mengambil sepotong dari hatinya yang sudah amat tua dan menutup lubang di hati pemuda itu.

Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata. Pemuda itu melihat ke dalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah dari sebelumnya. Karena cinta kasih dari Pak Tua itu telah mengalir ke dalamnya. Mereka kemudian berpelukan dalam tangis bahagia dan dalam kasih. (*)