Pertapa yang Memindahkan Sebuah Desa

Agus Surono

Penulis

Pertapa yang Memindahkan Sebuah Desa

intisari-online.com - Seorang pencari spiritual yang menempa diri menahan nafsu bersiap-siap meninggalkan desa tempat tinggalnya.Ia akan pergi sendirian ke gunung yang tidak berpenghuni untuk mengasingkan diri bermeditasi. Dia hanya membawa sepotong kain sebagai pakaian.

Ketika hendak mencuci pakaiannya, dia ternyata perlu sepotong kain lain sebagai pengganti. Lalu dia turun gunung menuju desa, dan minta sedekah sepotong kain. Semua orang desa mengetahui dia adalah seorang yang jujur dan taat, lalu tanpa ragu-ragu memberikannya sepotong kain.

Ketika kembali ke gunung, dia menyadari bahwa di dalam pondok yang ditempatinya ada seekor tikus. Sering kali saat dia sedang meditasi tikus itu datang menggerogoti pakaiannya yang disiapkan sebagai pengganti.Sejak dulu dia telah bersumpah seumur hidup akan menaati disiplin, pantang membunuh makhluk hidup. Oleh karenanya dia tidak mau melukai tikus itu. Untuk mengusir tikus terpikir olehnya untuk memelihara kucing. Maka dia kembali ke desa, meminta seekor kucing pada warga desa untuk dipelihara.

Setelah mendapatkan kucing, dia lalu teringat. Harus makan apa kucing itu? "Aku sama sekali tidak menginginkan kucing memakan tikus, namun tidak mungkin sama sepertiku hanya makan buah dan tumbuhan liar 'kan!"

Lantas dia kembali meminta seekor sapi perah pada warga desa. Dengan demikian kucing itu dapat menyandarkan hidupnya pada air susu sapi itu.Akan tetapi, setelah beberapa waktu tinggal di gunung, dia menyadari bahwa setiap hari harus membuang banyak waktu untuk merawat dan memberi makan rumput pada sapi betina itu.

Dia lalu kembali lagi ke desa, menemukan seorang gelandangan miskin, kemudian membawa gelandangan yang tidak mempunyai tempat tinggal ini ke gunung. Tugasnya adalah merawat sapi perah.

Setelah gelandangan ini tinggal beberapa waktu di gunung, dia berkeluh kesah pada si pencari spiritual. "Saya dan Anda tidak sama, saya membutuhkan seorang istri, saya ingin kehidupan keluarga yang normal."

Si pencari spiritual ini merenungi perkataan gelandangan itu. Benar juga yang dikatakannya. Dia tidak boleh memaksa orang lain harus sama seperti dirinya, melewati hidup menempa diri menahan nafsu.

Demikianlah kisah ini terus berkembang, dan Anda mungkin telah mengetahuinya. Pada akhirnya, mungkin setelah setengah tahun kemudian, segenap warga desa telah pindah ke gunung.

Ini sebenarnya kisah yang persis terjadi pada setiap orang. Kepada kita. Nafsu atau keinginan itu seperti sebuah rantai, saling bertautan, selamanya tidak dapat mencukupi.