Ari-Ari

Ade Sulaeman

Penulis

Ari-Ari

Intisari-Online.com -"Ma, kenapa bayi kucing dibungkus plastik?" Tyas kecil bertanya kepada Sasra, ibunya, tentang kucing mereka yang baru melahirkan anak."Oh, itu plasenta. Di situ dia bisa tumbuh besar karena mendapat makanan dari badan ibunya. Ada semacam saluran, namanya ari-ari, Nak.""Jadi kalau ari-ari putus bayi kucing tak dapat makanan dari mamanya?"Sasra mengangguk. Dan lalu entah kenapa tiba-tiba ia teringat pada dirinya sendiri. Walau kini ia sudah dewasa dan berkeluarga, ia masih amat dekat dengan mamanya. Tiap pagi dalam perjalanan ke kantor, ia selalu menyempatkan diri menelepon, ngobrolsoal segala macam dengan mamanya.Obrolan lima belas menit setiap hari itu seolah-oleh penyambung hidupnya dalam menghadapi masalah apa pun hari itu."Ah, obrolan dengan mama itu bagaikan ari-ari bagiku," gumamnya sendiri sambil tersenyum dan memeluk anaknya.Pas saat itu masuk suaminya yang langsung membanting diri di sofa sambil melemparkan ransel kerjanya ke lantai."Sebel, Si Biang Kerok yang pernah kuceritakan dulu, bikin ulah lagi. Kami jadi malas kerja bareng dia, apalagi ngobrol.""Ah, kasihan dong, Pa. Orang sebatang kara tak berkeluarga begitu. 'Kan hidupnya hanya di pekerjaan.""Justru itu. Mestinya dia tahu diri, dong. Kami sebetulnya lifelinedia. Seharusnya dia tidak cari perkara dengan kami. Huh!"Sasra merenung. Ternyata bukan hanya dia yang membutuhkan "ari-ari" yang kalau sampai tak terpelihara, hidup orang yang bersangkutan akan bermasalah. Tak terasa matanya menerawang keluar.Banyak orang dan kendaraan lalu-lalang. Berapa banyak dari mereka yang sepenuhnya dewasa, mandiri, sanggup hidup tanpa bantuan "ari-ari" dalam bentuk apa pun? Adakah orang semacam itu? Ia mengangkat bahu. (Lily Wibisono / Majalah Intisari Edisi Januari 2012)