Find Us On Social Media :

Kisah Cangkir Teh

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 15 November 2013 | 22:00 WIB

Kisah Cangkir Teh

Intisari-Online.com – Sepasang suami-istri sedang bepergian ke suatu tempat lalu berbelanja di toko yang indah. Mereka berdua menyukai barang-barang antik, apalagi tembikar terutama cangkir teh. Kebetulan sekali hari itu adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ke dua puluh lima.

Di sebuah toko mereka melihat cangkir yang indah. Mereka saling berkata, “Belum pernah kita melihat cangkir yang begitu indah.”

Seorang pelayan wanita menyerahkan cangkir itu kepada mereka. Tiba-tiba cangkir teh itu ‘hidup’ dan berbicara, “Kau tidak mengerti.” “Aku tidak selalu cangkir teh. Ada suatu masa ketika aku masih merah dan liat. Tuanku membawaku, menggulingkanku, dan menepuk berulang-ulang sampai aku berteriak ‘Biarkan aku sendiri’. Tapi tuanku hanya tersenyum, ‘belum’ jawabnya.”

“Kemudian aku ditempatkan pada roda berputar,” kata cangkir itu lagi. “Dan tiba-tiba aku berputar-putar berkeliling. Stop! Aku mulai pusing! Jeritku. Tapi tuanku hanya menganggung dan berkata ‘belum’.”

“Lalu ia menempatkanku dalam oven. Aku tidak pernah merasa panas seperti itu!” jerit cangkir teh itu. “Aku bertanya-tanya mengapa ia ingin membakarku, aku berteriak, dan mengetuk pintu oven. Aku bisa melihat tuanku melalui lubang di pintu oven dan aku bisa membaca bibirnya. Ia menggelengkan kepalanya ‘belum’.”

“Akhirnya pintu oven terbuka, ia menempatkanku di rak, dan aku pun mulai dingin.” Ah, itu lebih baik,” kataku. Tapi tiba-tiba tuanku menyikat dan mengecat seluruh tubuhku. Asapnya benar-benar mengerikan. Aku pikir aku akan muntah, “Hentikan, hentikan!” Aku menangis. Tapi aku melihat tuanku hanya mengangguk, ‘belum’ katanya lagi.

“Lalu tiba-tiba ia menaruhku kembali ke dalam oven, tidak seperti yang pertama. Ini rasanya dua kali lebih panas dan aku bisa mati lemas. Aku memohon padanya. Aku benar-benar memohon. Aku menjerit. Aku menangis. Sepanjang waktu aku bisa melihatnya melalui jendela oven, ia mengangguk dan berkata ‘belum’.”

“Aku tahu aku tidak punya harapan lagi. Aku tidak akan pernah berhasil memohon padanya. Aku hampir saja menyerah ketika pintu oven terbuka dan tuanku membawaku keluar. Ia menempatkanku di rak. Satu jam kemudian tuanku menyerahkan cermin dan berkata, ‘Lihatlah dirimu’. Aku bingung, lalu bilang pada tuanku ‘Itu bukan aku….Tidak… Yang ini sungguh indah dan cantik’.”

“Aku ingin kau ingat, kalau begitu,” kata tuanku, “Saya tahu ini menyakitkan saat diguling-guling dan ditepuk, tetapi jika saya meninggalkanmu sendirian, kau akan mengering. Saya tahu kau akan pusing diputar-putar, tetapi jika saya berhenti, kau akan hancur. Saya tahu itu sakit dan panas dan tidak menyenangkan di dalam oven, tetapi jika dibiarkan, kau akan retak. Saya tahu tidak menyenangkan terkena asap cat, tapi jika saya tidak melakukannya, Kau tidak akan pernah mengeras. Kau tidak akan memiliki warna apapun dalam hidup. Dan jika saya tidak memasukkanmu ke dalam oven lagi, kau tidak akan bertahan lama. Nah, inilah Kau. Kau kini lebih cantik dan indah daripada sebelum saya perlakukan demikian.”

Semoga kita semua melihat diri kita dalam ciptaan Tuhan yang kreatif, seperti halnya cangkir teh tadi.