Penulis
Intisari-Online.com – Suatu hari musim semi yang indah. Mawar merah bermekaran di hutan. Banyak jenis pohon dan tanaman tumbuh di hutan. Mawar melihat sekelilingnya, pohon pinus di dekatnya dan berkata, “Ah, bunga yang indah. Aku berharap akulah yang indah.”
Pohon lain berkata, “Ya, pinus, jangan sedih, kita tidak bisa memiliki segalanya.”
Mawar membalikkan badannya, dan berkata, “Tampaknya akulah tanaman yang paling indah di hutan ini.”
Bunga matahari mengangkat bunganya yang kuning dan bertanya, “Mengapa kamu mengatakan demikian? Di hutan ini banyak tanaman yang indah. Kamu hanyalah salah satunya.”
Mawar merah menjawab, “Aku melihat semua tanaman menatapku dan mengagumi diriku.” Kemudian ia memandang kaktus dan berkata, “Lihatlah itu tanaman jelek penuh duri!”
Pohon pinus berkata, “Hai, mawar, apa yang kau katakan? Siapa yang bilang hanya kau yang cantik? Apa kau tidak sadar kau juga punya duri?”
Mawar merah nampak marah pada pinus, dan berkata, “Aku pikir kau punya selera yang baik! Kau tidak tahu keindahan sama sekali. Kamu tidak bisa membandingkan aku dengan duri kaktus.”
“Aku bangga dengan diriku,” pikir pohon pinus.
Mawar mencoba untuk memindahkan akarnya jauh dari kaktus, tapi ia tidak bisa bergerak. Hari-hari berlalu, setiap kali mawar merah melihat kaktus, ia selalu menghinanya, “Tanaman tidak berguna. Menyesal aku menjadi tetangganya.”
Kaktus tidak pernah marah, bahkan ia mencoba memberitahu mawar dengan mengatakan, “Tuhan tidak menciptakan segala bentuk kehidupan tanpa tujuan.”
Musim semi berlalu, cuaca pun menjadi sangat hangat. Hidup menjadi sulit di hutan, tanaman dan hewan membutuhkan air, namun hujan tidak turun. Mawar merah mulai layu. Suatu hari mawar melihat burung pipit menempelkan paruhnya ke kaktus dan kemudian terbang jauh dengan badan segar.
Sungguh membingungkan. Mawar merah bertanya kepada pohon pinus apa yang dilakukan burung pipit itu. Pohon pinus menjelaskan, “Burung pipit itu mendapat air dari kaktus.”
Mawar merah bertanya, “Apa kaktus tidak kesakitan ketika burung pipit mematukinya?”
“Ya memang, tapi kaktus tidak ingin melihat burung pipit itu menderita,” jawab pinus.
Mawar membuka matanya heran dan berkata, “Kaktus memiliki air.”
“Ya, dan kamu pun bisa minum dari kaktus. Burung-burung itu bisa membawakan air kepadamu jika kamu meminta bantuan kaktus,” kata pohon pinus mendengar gumaman mawar merah.
Mawar merah merasa terlalu malu atas kata-kata dan perilaku sebelumnya untuk meminta air dari kaktus. Tapi, kaktus sungguh baik hati, ia meminta tolong burung-burung itu mengisi paruh mereka dengan air untuk menyirami mawar merah itu.
Mawar merah mendapatkan pelajaran untuk tidak pernah menilai makhluk lain hanya dari penampilan luar mereka saja. (*)