Find Us On Social Media :

Doa Akhir Tahun 2013

By Ade Sulaeman, Selasa, 31 Desember 2013 | 21:00 WIB

Doa Akhir Tahun 2013

Intisari-Online.com - PADA akhir 2013 ini beragam permintaan seluruh umat manusia menyerbu ”Departemen Pengabulan Doa” di surga. Para malaikat terpaksa kerja lembur menyeleksi jutaan doa yang pantas dan tidak pantas diajukan kepada Tuhan. Doa standar seperti harapan atas keselamatan manusia dan dunia langsung diloloskan.

Namun, doa-doa ”krusial”, misalnya doa para koruptor agar dibebaskan dari hukuman, sengaja mereka tahan. Dalih mereka, doa macam itu tidak pantas diajukan kepada Tuhan.

Para malaikat sangat yakin bahwa Tuhan berada di belakang para penegak hukum dan lembaga peradilan yang bersih. Tuhan sangat membenci dan mengutuk korupsi dan koruptor yang telah menghancurkan masa depan umat manusia, ciptaan-Nya.

Ketika para malaikat hendak istirahat, tiba-tiba muncul gemerencang doa dan permintaan yang keras mengentak. Setelah diselidiki, ternyata suara itu datang dari para tokoh elite  Indonesia. Mereka ingin menjadi presiden Republik Indonesia. Para malaikat merasa sungkan menyampaikan permintaan itu kepada Tuhan.

Bagi para malaikat, Tuhan terlalu mulia untuk dimohon mengurusi permintaan klise yang rutin muncul setiap lima tahun sekali itu. Apalagi, kebanyakan calon dan presiden petahana tampak kurang serius. Ketika dikabulkan permintaannya menjadi presiden, umumnya mereka melempem menjalankan tugas-tugas profetik dan lupa janji-janjinya.

Lalu, persoalan ketidakadilan dan korupsi tetap saja menjadi menu rutin dalam kepemimpinan mereka. Mereka selalu berdalih ”sedang belajar memimpin negara” tanpa memberi batasan waktu masa belajarnya.

Kesatria politik

Para malaikat geleng-geleng kepala. Betapa degradasinya bangsa ini, pikir mereka. Di negeri ini tidak muncul lagi  banyak pemimpin sejati seperti pada saat awal negeri ini berdiri. Waktu itu para malaikat bisa tersenyum melihat generasi bangsa ini yang tampil trengginas membangun peradaban bangsa.

Secara fisik mereka tampil sangat sederhana bahkan hidup pas-pasan, tetapi kepala mereka selalu mendidih dan menderu seperti mesin lokomotif. Perjalanan menempuh bermil-mil persoalan ditunaikan dengan jiwa yang bersih. Satu-satunya pamrih hanyalah mewujudkan kesejahteraan bangsa.

Generasi negarawan itu  adalah para kesatria politik yang berani pasang badan terhadap segala risiko dalam memimpin perubahan. Mereka menjalani peran politik secara bermartabat: berbasis etik dan etos.

Etika mendorong mereka menjalankan peran dan fungsi politik untuk mewujudkan cita-cita sosial: masyarakat bangsa berkeadilan, berkemakmuran, dan bermartabat. Etos mendorong mereka mampu menjalankan tugas-tugas profetik secara jujur, gigih, dan kreatif. Mereka membebaskan rakyat mereka dari kemiskinan dan kebodohan, serta meninggikan rakyat secara eksistensial.

Selalu monoton