Penulis
Jika menyambangi Cirebon, jangan lupa untuk mampir ke sentra Batik Trusmi (S6o42'06.6" E108o30'30.1") di wilayah Cirebon Barat.
Trusmi adalah nama kampung yang diambil dari nama tokoh penyebar agama Islam, Ki Gede Trusmi, yang diperkirakan hidup pada abad ke-15 Masehi. Sambil mengajarkan agama, Ki Gede juga mengajar warga setempat untuk membuat batik. Tradisi itu dipertahankan sampai sekarang dan bahkan berkembang menjadi daerah tujuan wisata (DTW). Kunjungan beberapa pejabat menjadikan nama Trusmi terangkat ke pentas yang lebih luas. Sayangnya, pembenahan infrastrukturnya belum mendukung Trusmi sebagai DTW andalan Cirebon.
Untuk menuju ke objek wisata ini harus melewati Pasar Pasalaran yang menghambat laju kendaraan. Jika Anda menggunakan bus dipastikan kerepotan saat masuk ke lokasi. Soalnya, jalan masuknya dipenuhi becak yang menghabiskan separo jalan yang lebarnya tak kurang dari 6 m itu. Jalan masuk dua arah ini kemudian menyatu dan menyempit sehingga bus harus berhenti di sini.
Dibandingkan dengan batik lain dari wilayah Indonesia seperti Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta, batik trusmi memiliki kekhasan ornamen. Ada sentuhan budaya Tionghoa yang akarnya bisa ditarik dari menikahnya Sunan Gunung Jati, Raja Cirebon pertama, dengan Ong Tien Nio, putri yang diyakini berasal dari keluarga Tionghoa.
Kekhasan itu didukung oleh teknik pewarnaan dan pH air wilayah ini.Alhasil, batik trusmi memiliki warna yang khas. Jadi, meski teknik pewarnaan bisa dikuasai daerah lain, namun hasil warnanya tidak sama karena pH air yang digunakan berbeda.
Batik Trusmi mengenal dua jenis warna yang berasal dari produsennya, yakni dari Jerman yang dikenal dengan istilah obat sol dan dari Jepang yang terkenal dengan obat Jawo dan naftol. Kedua warna ini diencerkan menggunakan air. Umumnya pewarnaan batik Trusmi dibagi menjadi lima: batik sogan, batik biron, batik bangbiru, batik babarmas, dan batik tigo negerian.
Saat mampir ke Trusmi, Anda bisa melihat proses pembuatan batik ini dengan mengunjungi beberapa pembuat batik yang berada di belakang toko-toko yang menjual batik. Harga jual batik dari perajin ini bisa lebih murah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan di toko-toko sepanjang jalan Syekh Datul Kahfi.
(Foto: salingsilang.wordpress.com)