Penulis
Intisari-Online.com -Kabupaten Gunungkidul yang terkenal gersang itu sebenarnya menyimpan banyak aliran sungai. Sayangnya, tanahnya yang didominasi oleh batu kapur membuat sungai itu bersembunyi di bawah tanah. Terbentuklah gua-gua alam dengan sungai mengalir di dalamnya. Salah satunya Gua Pindul ini. Wisata Gua Pindul yang diberi nama cavetubing belumlah lama dikembangkan. Baru sekitar setahun belakangan. Lokasi wisata ini terletak di Dusun Gelaran I, Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, DIY. Jika membawa kendaraan sendiri, lokasi bisa dicapai dengan menyusuri jalan menuju Wonosari, ibukotaKabupaten Gunungkidul, Wonosari. Ketika sampai bunderan sebelum masuk Kota Wonosari, ambil jalan ke kiri dan ikuti jalan menuju Karangmojo. Setelah sampai di perempatan Argopolitan, ada papan petunjuk untuk belok kiri. Dusun Gelaran terletak tidak jauh dari situ.
Bagi yang naik kendaraan umum, gunakan bus jurusan Jogja – Wonosari dengan tarif sekitar Rp6.000,- untuk sekali jalan. Dari Kota Wonosari silakan naik ojek demi efisiensi. Tarifnya berkisar antara Rp10.000,- dan Rp15.000,-.
Kontemplasi di dalam gua Gua Pindul merupakan satu dari tujuh gua yang dialiri sungai bawah tanah di daerah Bejiharjo. Untuk menyusuri gua ini kita dibekali ban dalam yang sudah dimodifikasi sehingga kita bisa menaruh pantat di lubang ban dalam. Dengan posisi pantat menyentuh air dan kaki serta tangan tertahan lingkaran ban, maka kita bisa menyusuri gua sambil menikmati keindahan atap gua yang dihiasi stalaktit. Juga stalagmit yang nongol dari air. Aliran air yang memasuk gua dengan panjang sekitar 300 m dan lebar 5 m ini begitu tenang. Jadi cocok buat segala usia. Di dalam gua akan kita nikmati , jarak permukaan air dengan atap gua 4 m, dan kedalaman air sekitar 5 m. Aliran sungai di dalam gua sangat tenang, sehingga cocok digunakan sebagai tempat cavetubing bagi segala usia. Karena aliran tenang itu maka jika berombongan maka kita akan saling bergandengan tangan dan pemandu akan menarik anggota paling depan. Ada dua pemandu yang akan membawa kita menyusuri gua ini. Satu di depan yang bertugas menarik sekaligus menjelaskan sejarah dan apa yang ada di dalam gua. Satu lagi di belakang yang memotret aktivitas kita. O ya, petugas akan menyarankan kita untuk tidak membawa kamera atau ponsel selama menyusuri gua. Kecuali jika kamera atau ponsel tersebut antiair. Risiko jatuh ke air tanggung sendiri. Ada beberapa titik menarik di dalam yang semakin ke dalam semakin gelap. Pemandu sudah dilengkapi dengan lampu sorot sehingga bisa menunjukkan titik-titik yang menarik. Misalnya stalaktit mutiara yang bertengger di atap gua dan meneteskan air. Konon tetesan air ini bisa membikin wajah menjadi lebih menarik. Ada juga stalaktit yang ketika dipukul menimbulkan suara mirip gong. Juga stalagmit yang tidak boleh dipegang oleh wanita karena berbentuk seperti alat kelamin pria. Di bagian tengah gua yang berkedalaman sekitar 11 m, rombongan akan diajak untuk berkontemplasi. Diam sejenak dan lampu dimatikan. Menyadari betapa kecilnya kita di hadapan Sang Hidup. Gelap, hening, dan terapung di atas air. Tak jauh dari tempat ini ada stalaktit yang seperti pilar masuk ke dalam air sedalam sekitar 5 m. "Meski kelihatan seperti pilar, namun ujung stalaktit ini masih menggantung sekitar 6 m," kata salah seorang pemandu.Di dalam gua juga terdapat sarang kelelawar dan sriti. Dulunya ada lubang di atap gua namun sudah ditutup oleh bangunan. Setelah penjelajahan berakhir, di depan mulut gua terdapat genangan air dengan kedalaman 2 - 3 meter akibat aliran air dibendung. Jika ingin belajar berenang silakan saja. Atau melakukan atraksi dengan melompat dari sisi tebing. Ada yang berketinggian 2 m, 3 m, 6 m, atau yang lebih tinggi, 17 m. Sesuaikan dengan nyali Anda dan rasakan jatuh ke dalam air.
Ngomong-ngomong, dari nama Gua Pindul berasal? Menurut sejarah yang kemudian dituliskan dalam prasasti di mulut gua, namaGua Pindul berasal dari kisah pengembaraan Joko Singlulung yang menelusuri hutan lebat, sungai, hingga gua untuk mencari bapaknya. Saat sedang menyusuri 7 gua yang memiliki aliran sungai di bawahnya, kepala Joko terbentur sebuah batu besar yang ada di dalam gua. Oleh karena itu, gua tempat Joko terbentur diberi nama Gua Pindul. Untuk menikmati wisata itu, cukup membayar Rp 25.000,- - Rp 30.000,-. Biaya ini mencakup pelampung, ban dalam, dan pemandu.
Arung jeram Jika masih kurang main airnya, Anda bisa mencoba arung jeram - masih menggunakan ban juga - di S. Oya. Lokasinya tak jauh dari Gua Pindul. Masih menggunakan ban dalam juga. Biayanya Rp 35.000,-. Pengelola menyediakan paket susur gua dan arung jeram dengan bonus bakso. Jangan mengira bakso ndeso tidak enak. Awalnya saya mengira pasti bakso bonus ini sama seperti bakso murahan yang banyak patinya daripada dagingnya. Ternyata keliru. Untuk menuju lokasi arung jeram yang letaknya tak jauh dari pabrik penyulingan minyak kayu putih kita diangkut menggunakan mobil bak terbuka. Selama perjalanan kita akan melihat sisi lain Gunung Kidul yang dibenak orang gersang. Ternyata sawah dan perikanan - yang butuh air - banyak dijumpai di sini. Juga tanaman kayu putih yang diambil daunnya untuk disuling dan menjadi penghangat tubuh saat dingin pada anak-anak. Arung jeram menyusuri S Oya sejauh sekitar 5 km mengingatkan hal serupa di Bukit Lawang. Hanya di sini airnya cokelat dan jeramnya tidak ekstrem. Setiap dua peserta akan dipegang oleh satu pemandu. Boleh saja jalan sendiri. Ada sekitar dua jeram yang harus dilalui dengan hati-hati. Jika tidak - seperti yang saya alami - kita akan terbalik dan lepas dari ban dalam. Menyusuri S Oya dengan flora dan fauna di sisi sungai memang mengasyikan. Bahkan di salah satu ruas kita seperti memasuki lorong dengan tebing kanan kiri yang lumayan tinggi. Tidak setinggi di Green Canyon Cijulang, Pangandaran. Di salah satu sisinya ada air terjun mini. Jika sedang musim hujan airnya agak keruh.Sekadar mengenalkan sungai kepada anak-anak arung jeram ini sudah lebih dari cukup. Jika ingin lebih lama di sini dan menyelami kehidupan pedesaan, ada homestay dengan sewa Rp 25.000,- per hari. Lokasinya tak jauh dari Gua Pindul. Di dekat gua terdapat juga tugu peringatan peristiwa 10 Maret 1949. Saat itu, Markas Komando Militer di Kabupaten Gunung Kidul yang ada di Desa Gelaran diserbu dan dibakar Pemerintah Kolonial Belanda.
Nah, selain pantainya yang indah, Gunung Kidul juga memiliki potensi gua dan sungai bawah tanahnya.