Saat Tokyo Menyambut Hanami

Tjahjo Widyasmoro

Penulis

Saat Tokyo Menyambut Hanami

Intisari-Online.com - "Wow, Anda beruntung sekali datang ke Tokyo pada saat ini. Sebab hari ini adalah puncak mekarnya bunga sakura. Pemandangan bakal sangat indah," begitulah kata-kata dari Naoko, pemandu wisata yang menyambut kami di Stasiun Tokyo. Hari itu, Minggu (8/4), Intisari dan rombongan wartawan dari Indonesia baru tiba di Tokyo, setelah tiga hari sebelumnya berada di Hiroshima atas undangan Mazda Motor Coorporation untuk mencoba mobil baru mereka, Mazda CX-5.

Apa yang dikatakan Naoko tidaklah salah. Suasana Tokyo akhir pekan itu terasa begitu meriah sebab pohon-pohon sakura (Prunus serrulata)jenis someiyoshino yang tertanam di sejumlah kawasan di Tokyo, seolah hendak memamerkan kecantikannya. Pohon yang beberapa bulan sebelumnya meranggas akibat musim dingin itu sosoknya kini didominasi bunga-bunga putih yang bermekaran. Malam harinya, keindahan itu ternyata kian disempurnakan dengan kehadiran Bulan purnama yang bundar sempurna.

Penduduk tentu menyambut peristiwa langka itu dengan suka cita. Mereka sengaja keluar rumah bersama keluarga atau teman untuk sekadar menikmati keindahan bunga yang hanya mekar sekali dalam setahun itu. Acaranya memang sekadar kumpul bercengkerama sambil berfoto-ria. Namun tidak sedikit kami jumpai sejumlah keluarga yang begitu cuek menggelar alas plastik dan menikmati makan siang bersama keluarga di bawah pohon sakura. Mereka tak peduli meski harus menggelar pesta keluarga itu di tepi jalan raya yang padat.

Sebenarnya kemeriahan pesta yang disebut hanami ini sudah kami rasakan sewaktu masih di Hiroshima. Saat bunga-bunga bermekaran di kota yang pernah berantakan gara-gara bom atom itu, tampak sejumlah orang yang menggelar acara kumpul-kumpul di bawah pohon sakura. Mereka umumnya kelompok pertemanan, seperti rekan kerja atau teman-teman dekat. Acara diawali makan malam, lengkap dengan kompor portabel untuk penghangat makanan, lalu diteruskan dengan menikmati sake. Acara santai ini berlangsung sejak matahari terbenam hingga larut malam.

Kami memang sungguh beruntung. Sebab seperti kata Naoko, menurut "perkiraan", bunga sakura harusnya sudah mekar sejak seminggu sebelumnya. Namun karena ada sejumlah gangguan cuaca, jadwal itu mundur. "Musim dingin lalu cuaca di Jepang sangat buruk. Ada pula gangguan angin beberapa hari lalu," tambah Naoko. Maka itu rasanya wajar jika mekarnya sakura kali ini semakin disambut meriah, karena seolah menjadi pertanda telah berlalunya masa-masa sulit itu.

Di Jepang, mekarnya bunga sakura tidaklah terjadi bersamaan. Dimulai dari kawasan selatan di Okinawa pada sekitar Februari. Berlanjut terus ke arah timur laut pada Maret dan April menuju Pulau Honsu tempat kota-kota seperti Osaka, Kyoto, serta Tokyo. Arus pemekaran ini akan berakhir di wilayah sekitar Hokkaido pada awal Mei.

Keindahan mekarnya sakura di suatu wilayah hanya berlangsung tak lebih dari seminggu. Karena itu wajar jika masyarakat akanlangsung menyambutnya dengan turun ke jalan, meski suhu udara masih cukup untuk membuat tubuh menggigil. Selanjutnya bunga-bunga cantik itu kemudian rontok bersamaan, terutama karena pengaruh angin dan cuaca. Setelah itu tunas-tunas daun hijaunya akan memenuhi pohon. Begitu terus, mengikuti perputaran daur ulang kehidupan. (T. Tjahjo Widyasmoro dari Tokyo)