Find Us On Social Media :

Menikmati Senja di Ratu Boko

By Agus Surono, Jumat, 1 Juni 2012 | 12:00 WIB

Menikmati Senja di Ratu Boko

Intisari-Online.com - Kompleks Candi Ratu Boko terletak tidak jauh dari Candi Prambanan, ke arah Piyungan. Ada dua pintu masuk, yakni dari pinggir jalan raya Prambanan - Piyungan dan dari perkampungan. Pintu masuk pertama mengharuskan kita menapak tangga berundak-undak yang lumayan tinggi, sedangkan pintu masuk ke dua membawa kita ke halaman Resto Candi Boko.Dibandingkan dengan beberapa candi yang ada di Jogja dan sekitar, kompleks Candi Ratu Boko memang terletak di ketinggian. Dari prasasti Abhayagiri Wihara yang berangka tahun 792 M disebutkan bahwa tempat ini dulunya sebuah vihara yang disebut dengan Abhyagiri Wihara ("wihara di bukit yang bebas dari bahaya"). Dari prasasti ini pula terungkap bahwa ada seorang tokoh bernama Tejahpurnapane Panamkarana atau Rakai Panangkaran (746 - 784 M) yang mengundurkan diri sebagai Raja karena menginginkan ketenangan rohani dan memusatkan pikiran pada masalah keagamaan. Rakai Panangkaran menganut agama Buddha. Begitu juga dengan vihara tersebut, yang terlihat dari adanya Arca Dyani Buddha. Namun demikian ditemukan pula unsur–unsur agama Hindu di situs Ratu Boko seperti adanya Arca Durga, Ganesha, dan Yoni.

Situs Ratu Boko pertama kali dilaporkan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790, yang menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu Boko. Bukit ini sendiri merupakan cabang dari sistem Pegunungan Sewu, yang membentang dari selatan Yogyakarta hingga daerah Tulungagung. Seratus tahun kemudian baru dilakukan penelitian yang dipimpin oleh FDK Bosch, yang dilaporkan dalam Keraton van Ratoe Boko.Situs dengan luas keseluruhan sekitar 25 ha ini diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton (istana raja). Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur pertahanan. Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini.

Jika berkunjung ke sini akan kita temui bekas gapura, ruang paseban, kolam, pendopo, pringgitan, keputren, dua ceruk untuk bermeditasi, serta tempat kremasi. Yang terakhir keberadaannya mencolok karena menjulang tak jauh dari gapura. Namun baru pondasinya saja yang berdiri.Nama "Ratu Boko" berasal dari legenda masyarakat setempat. Ratu Boko (Bahasa Jawa, arti harafiah: "raja bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi utama pada komplek Candi Prambanan.

Kompleks situs ini dikelola oleh otorita khusus, yang bersama-sama mengelola Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Kedua candi terakhir ini dimasukkan dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO. Sebagai konsekuensinya, Situs Ratu Boko ditata ulang pada beberapa tempat untuk dapat dijadikan tempat pendidikan dan kegiatan budaya.

Terdapat bangunan tambahan tak jauh dari loket tiket masuk, yaitu restoran dan ruang terbuka (Plaza Andrawina) yang dapat dipakai untuk kegiatan pertemun dengan kapasitas sekitar 500 orang, dengan vista ke arah utara (Kecamatan Prambanan dan Gunung Merapi). Selain itu, pengelola menyediakan tempat perkemahan dan trekking, paket edukatif arkeologi, serta pemandu wisata

Untuk keterangan lebih lanjut bisa berkunjung ke situs