Find Us On Social Media :

Saat 'Tour Leader' Mendapat Surat Indah

By Ade Sulaeman, Sabtu, 2 Februari 2013 | 07:00 WIB

Saat 'Tour Leader' Mendapat Surat Indah

Intisari-Online.com - Selain kalap berbelanja, mereka yang pertama kali melakukan perjalanan ke Eropa juga kerap bermasalah dengan hotel tempat mereka menginap. “Hotel bintang 3 di Eropa seperti bintang 2 di Indonesia,” Hanny Busiastari dari Bayu Buana Travel Services menjelaskan. Beberapa tamunya kadang tidak membawa perlengkapan mandi lengkap padahal di sana tidak tersedia sikat dan pasta gigi. Handuk, sabun, dan sampo pun belum tentu tersedia.

Berminat untuk melakukan perjalanan sekaligus memperoleh uang? Dua cerita dari Meity berikut mungkin bisa ditiru. Cerita pertama diperoleh Meity Monica Lukito dari Panorama Tours Indonesia saat perjalanan ke Turki. Salah satu tamunya membawa beberapa botol air mineral saat berangkat dari Indonesia. Bukan untuk persediaan air minum tapi untuk dijual. “Di sana air sangat mahal, satu botol (berukuran 600 ml) dihargai 5 Euro (sekitar Rp65 ribu),” jelas Meity.

Nilai yang sama juga diterapkan oleh tamu Meity yang menjual fasilitas Wi-Fi melalui sabak elektroniknya. Berhubung fasilitas internet memang sangat dibutuhkan hampir setiap orang, maka dalam satu hari tamu Meity tersebut dapat memungut 5 Euro dari masing-masing tamu lain yang membutuhkan koneksi Wi-Fi darinya.

Mereka yang berjualan dapat dipastikan pernah melakukan perjalanan ke luar negeri, baik ke tempat yang sama maupun tidak. Nah, bagi mereka yang belum pernah melakukan perjalanan wisata ke luar negeri, yang biasanya berasal dari rombongan insentif, kesulitan kerap terjadi karena adanya hal-hal yang berbeda dari kesehariannya di Indonesia. “Misalnya ada yang bermasalah dengan toilet yang tidak menggunakan air untuk membasuh, melainkan tisu,” Hanny menambahkan.

Hanny juga mencontohkan tamunya yang terbiasa mandi menggunakan gayung saat di Indonesia harus kesulitan menggunakan shower. Nasi pun dapat menjadi masalah, karena pada dasarnya orang Indonesia hanya merasa “benar-benar makan” apabila ada nasi untuk disantap. Belum lagi kesulitan mencari makanan halal bagi tamu yang beragama Islam.

Masalah sulitnya beradaptasi mungkin masih dapat diatasi oleh para tour leader. Begitu juga dengan tamu yang hilang karena tersasar atau karena keasyikan belanja. Namun, bila tamu tersebut memang sengaja ingin menghilang, maka lain ceritanya. Seperti yang dituturkan James bahwa ada beberapa individu yang melakukan perjalanan wisata dengan niat untuk mencari suaka dari negara yang menjadi tujuan perjalanan.

Negara-negara yang dituju antara lain Cina, Jepang, Korea, dan Australia yang biasanya sulit dalam memberikan visa. “Sebelum meninggalkan kita, biasanya mereka meninggalkan surat indah yang berisi ucapan terima kasih serta permohonan untuk tidak dicari,” kenang James pada kejadian yang banyak terjadi sebelum tahun 2003 itu.