Penulis
Intisari-Online.com - Salah satu bait haiku (puisi pendek khas Jepang) paling terkenal dari Buson, pujangga Kyoto, berbunyi, “Pada suatu genta kuil seberat satu ton, seekor ngengat bulan terbungkus dalam lelap, tinggal dengan tenang (On the one-ton temple bell a moon-moth, folded into sleep, sits still).” Jika Jepang seumpama lonceng kelenteng, Kyoto adalah ngengatnya yang tenang, lembut, rumit, mistis nan liar. Berabad-abad setelah orang asing pertama di tempat ini mulai terhanyut dalam puncak bukit kuil Shinto dan kuil Buddha yang unik, Kyoto masih menyimpan auranya yang mempesona.
Kota ini sendiri kini dimasuki oleh hotel-hotel mewah, membuka ruang bagi lebih banyak turis yang singgah. Namun, berjalan-jalan saat menjelang fajar atau senja di sepanjang tepi Sungai Kamo masih menyingkapkan kelembutan dan keanggunan dari ibu kota Jepang kuno ini.
Terpaku oleh kekayaan struktur bersejarah Kyoto, pengunjung terkadang mengabaikan situs modern yang menarik di kota ini. Padahal, jika bertandang ke sana, kita bisa menyambangi taman Zen yang dirancang oleh arsitek Mirei Shigemori. Taman yang terletak di Shigemori Residence ini identik dengan lanskap pertengahan abad ke-20. Ada juga potret berukuran besar karya Leonardo da Vinci bertajuk “The Last Supper” dan sebuah versi bawah air dari Claude Monet “Water Lilies”. Keduanya dipasang di Garden of Fine Arts oleh Tadao Ando, seniman eksentrik pemenang Pritzker Prize.
Sekitar 30 km ke arah timur, terdapat Institut Estetika Miho, dengan gedung yang dirancang oleh I.M. Pei, dibuka pada tahun 2012. Di situ kita bisa menemukan kapel baja berbentuk tetesan air mata. Inilah keajaiban arsitektural minimalis yang menyampaikan energi mutakhir Kyoto.
Ada beberapa momen khusus yang membuat kunjungan kita ke kota ini bakal terasa istimewa. Menjelang akhir Maret hingga pertengahan April, tengah berlangsung musim Hanami, musim bermekarnya bunga sakura. Sementara di bulan Juli, kita bisa menyaksikan FestivalGion Matsuri, salah satu acara tertua dan terbesar di Jepang. Dedaunan gugur mencapai puncaknya pada November.
Buku Sake & Satori: Asian Journals-JapankaryaJoseph Campbell (2002) bisa menjadi pilihan untuk menjadi teman perjalanan. Buku ini memberikan gambaran Jepang pada tahun1950-an berdasarkan perjalanan si penulis dan menawarkan pemahaman dasar tentang budaya dan sejarah Tokyo.
Bila cukup waktu, kita juga bisa menengok upacara menyeduh nihonshu di Fushimi Selatan, sebuah kawasan di Kyoto. Mata airShiragikui(krisan putih) telah membuat kawasan ini menjadi pusat kegiatan menyeduhnihonshusejak abad ke-17. Di Jepang, nihonshu berarti alkohol Jepang (di tempat lain terkenal dengan sebutan sake). Sedangkan kata sake sendiri mengacu pada alkohol jenis apa pun.
Tips Travel
Untuk mencapai Kyoto, Anda bisa menggunakan kereta cepat Japan Railway Tokaido Shinkansen dari Tokyo. Moda ini bakal terhubung dengan jaringan transportasi Kyoto yang cukup efisien seperti bus, kereta api, kereta bawah tanah, dan taksi. Sementara untuk menjelajahi kuil, candi, dan museum lingkungan Higashiyama, kita cukup berjalan kaki. Buku panduan wisata Kyoto memasukkan berbagai macam pilihan rute tur berjalan kaki.