Penulis
Intisari-Online.com - Menurut data, pada 2010 kecepatan lalu lintas Jakarta rata-rata hanya 20 km per jam. Dengan kata lain, 60 persen waktu orang Jakarta dihabiskan bermacet-macet ria di jalanan. Tak heran pemilik mobil mengusahakan kuda besi mereka senyaman “rumah kedua”.
Salah satu bagian yang tidak luput dimodifikasi adalah jok. Selain masalah penampilan, alasan pemilik mobil mendandani joknya supaya lebih nyaman diduduki.
Jika dilihat dari bahan pembungkus jok, ada tiga jenis bahan yang jamak dipakai, yaitu bahan kain, kulit sintetis, dan kulit asli. Mobil-mobil produksi Asia, seperti Jepang dan Korea, pada umumnya menyertakan jok berpelapis kain atau kulit sintetis sebagai kelengkapan standarnya. Sedangkan beberapa mobil mewah keluaran Eropa membungkus joknya dengan lapisan kulit asli.
Aroma khas Eropa
Saat ini, pelapis jok kulit sintetis semakin beragam. Kualitas pun semakin menyamai kulit asli, seperti kelenturan dan teksturnya. Namun demikian, seperti dijelaskan Wildan, 42 tahun, pemilik bengkel pembuat jok Mr. Seat, kulit sintetis tetap tidak bisa menggantikan kulit asli di banyak hal.
Salah satunya sensasi emosional yang ditawarkan jok berpelapis kulit asli. “Kalau mobil Jepang diganti kulit joknya, ruang kabin akan beraroma khas kabin mobil Eropa; aroma kulit yang mewah dan khas,” kata Wildan.
Secara umum, pelapis jok berbahan sintetis menawarkan corak yang lebih kaya dibandingkan dengan kulit asli. Selisih harga yang terpaut jauh juga membuat para pemilik mobil cenderung berat memilih bahan sintetis sebagai pelapis jok mobilnya.
Wildan juga menyarankan, sebelum untuk mengganti pelapis jok mobil, konsumen hendaknya mempertimbangkan banyak hal dulu; “Jangan hanya modal ada uang,” kata Wildan.
Pertimbangan pertama adalah pilihan warna. Menurut Wildan, pemilihan warna yang “bertabrakan” dengan warna interior bisa membuat ruang kabin terasa sempit.
Warna yang paling pas untuk hampir semua mobil, Wildan melanjutkan, adalah abu-abu tua. Hal itu karena interior mobil pada umumnya didominasi warna gelap yang senada, seperti hitam, abu-abu, atau cokelat tua.
Jika sudah mantap memilih bahan kulit asli, tugas berikutnya adalah merawat jok tersebut. “Karena harganya mahal; jadi sayang kalau tidak dirawat,” kata Wildan.
Untuk bahan kulit, kotoran yang menjadi musuh utama adalah cairan berpigmen warna, seperti tinta. “Kalau sudah kena tinta, hampir tidak mungkin bisa hilang,” kata Wildan.
Musuh berikutnya adalah benda tajam, karena bisa menggores bagian terluar kulit sehingga berubah warna. Hal itu tentu saja akan mengurangi keindahan lapisan kulit.
Kalaupun itu harus terjadi dan Anda mau mengganti lapisan dengan kulit baru, tentu ada biaya yang harus dikeluarkan. Menurut Wildan, ada bengkel yang menerima servis per potongan sisi jok yang rusak, namun ada juga yang bisanya mengganti keseluruhan lapisan jok.
Permanen vs sarung jok
Ada juga konsumen yang ingin menggabungkan bahan sintetis dengan kulit asli untuk jok mobilnya. Wildan tidak menyarankan hal itu. Bagian kulit asli dengan bahan sintetis akan segera rusak; kalah dengan bahan kulit asli. Tak pelak, Anda harus kembali ke tukang jok untuk memperbaikinya; kalau apes, ya harus bikin baru lagi.
Ada pula konsumen yang sayang melepas pelapis jok bawaan pabrik, tapi ingin mengganti penampilan jok mobilnya. Alhasil, jok yang lama tinggal diselubungi sarung jok sesuai keinginan. Walaupun Wildan juga melayani pembuatan sarung jok semacam itu, namun Wildan tidak merekomendasi penggunaan sarung jok.
Sistem pemasangan sarung jok yang diikat kencang ke jok lama kelamaan akan merusak busa. “Model sarung jok juga merusak estetika jok, karena lekuk-lekuk jok menjadi tertutup sarung jok.
Sebenarnya pemasangan lapisan kulit jok baru tidak merusak pelapis lama, karena pelapis yang lama dilepas, sebelum memasang pelapis baru. “Kalau kemudian hari (pelapis) yang lama mau dipasang lagi, tetap bisa,” kata Wildan. Beda harga pembuatan jok sarung lebih murah Rp100.000 dibandingkan dengan kulit jok permanen.
Nah, pilih mana?