Anak Nyetir Mobil, Akrab dengan Maut

J.B. Satrio Nugroho

Penulis

Anak Nyetir Mobil, Akrab dengan Maut

Intisari-Online.com -Kecelakaan maut di Tol Jagorawi yang melibatkan anak ketiga musisi Ahmad Dhani baru ramai dibicarakan. Selain karena mencabut nyawa enam orang sekaligus, juga karena Dul baru berusia 13 tahun!

Karena usia yang masih di bawah umur untuk mengemudi mobil, banyak pihak yang justru mengecam orangtua, karena dinilai tidak mengasuh anak dengan benar. Dikabarkan, mobil Lancer yang dikemudikan Dul merupakan hadiah ulangtahun dari Dhani.

Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak usia remaja tergolong besar. Di Jakarta saja, menurut data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, angka kecelakaan sejak awal 2011 tercatat 1.929 kasus kecelakaan. Sekitar 75% melibatkan anak usia di bawah umur. Angka ini tidak bisa dilepaskan dari aspek psikologis remaja dan peran orangtua.

Menurut Roslina Verauli, M.Psi, psikolog keluarga dan anak, orangtua yang membolehkan anaknya mengendarai kendaraan bermotor padahal belum cukup umur itu sama saja membiarkan anaknya menuju ke kematian.

Usia remaja ke atas (sekitar usia 12-18 tahun) itu usia di mana muncul kebutuhan untuk menampilkan diri dalam pertemanan dan lingkungan. “Caranya menampilkan dirinya kadang enggak tepat. Ada yang menunjukkannya dengan prestasi di sekolah. Ada yang menunjukkan ‘kehebatannya’ secara negatif, seperti tawuran, termasuk kebut-kebutan di jalan,” terang Vera, sapaan akrab Roslina Verauli.

Padahal, pada usia itu anak belum mampu berpikir secara abstrak dan hipotetik. Anak belum bisa membuat perhitungan antisipatif yang baik mengenai keputusan-keputusan yang harus dia ambil. Bayangkan saja jika anak dengan kondisi psikologis dan kognitif yang masih labil seperti itu mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya: Ketika harus menikung tajam, tapi tidak memperhitungkan dampak bagi pengendara di belakangnya. Atau ketika harus mendahului kendaraan lain, tapi tidak mempertimbangkan kecepatan kendaraan dari arah berlawanan.

Sekalinya mereka berhasil mengelabui maut di atas kendaraannya, dirinya merasa eksistensinya di antara teman-temannya –yang juga punya motor—terdongkrak. Itu sebabnya pula, anak-anak suka kebut-kebutan dengan tunggangannya.

Vera menambahkan, ketika anak diberi kendaraan bermotor, dia akan terlibat dalam kegiatan di jalan raya yang penuh aturan dan penuh risiko. Hal itulah yang belum bisa dikuasai anak. “Betul, anak sudah bisa naik motor atau mobil. Wong kalau diajari, anak umur tujuh tahun juga bisa, kok,” kata Vera.

Selain itu, lanjut Vera, permasalahan moda transportasi umum yang tidak memadai kadang menjadi alasan kenapa orangtua memberikan izin mengendarai kendaraan bermotor sebelum waktunya. “Mau sekolah aja harus jejel-jejelan. Orangtua kasihan sama anaknya, akhirnya ngasih motor atau mobil.

Secara psikologis, orangtua yang terlampau sibuk mengurusi pekerjaannya merasa perlu memanjakan anak, sebagai substitusi dari hilangnya peran mereka sebagai orangtua selama sibuk bekerja. “Jadi seolah-olah dengan memberikan materi berupa motor atau mobil bisa memenuhi keinginan anak secara emosional. Padahal tidak,” papar Vera.

Padahal, ada dampak buruk terhadap perkembangan kepribadian anak yang diizinkan mengendarai kendaraan bermotor sebelum waktunya. Ada kecenderungan bahwa anak tidak merasa bersalah melanggar hukum, karena toh orangtuanya mendukung dia untuk melanggar hukum, yaitu mengendarai kendaraan bermotor sebelum waktunya. “Ketika orangtua tidak mampu mengatur anaknya, tidak ada orang di luar sana yang bisa mengatur anak tersebut. Tinggal tunggu hukum negara saja yang berbicara,” tegas Vera.