Find Us On Social Media :

Mengenang dr Mun'im Idries (4): Ikut Repot Tangani Korban Ryan

By Mohamad Takdir, Sabtu, 28 September 2013 | 08:30 WIB

Mengenang dr Mun'im Idries (4): Ikut Repot Tangani Korban Ryan

Intisari-Online.com - Kasus Ryan sempat menggegerkan Indonesia. Ia dinilai penjagal berantai yang setidaknya sudah membunuh 11 orang. Dan, sebagian dari korban-korban itu ditangani dr Mun'im Idries. Tentj, ada kesulitan tersendiri yang dia hadapi.Dimas Primacahyadi dalam artikel Mengejar Penjahat dari Laboratorium di Intisari edisi Juni 2010 menuturkan orang yang berusia muda atau gemuk cenderung membusuk lebih cepat karena jumlah lemak yang lebih besar dalam tubuh mereka. Korban-korban Ryan, sang pembunuh dari Jombang, yang digali dari rumahnya di Jombang juga sudah mengalami kerusakan akibat pembusukan. Beberapa di antaranya telah ditemukan dalam bentuk tulang belulang.Bila korban sudah tinggal tulang, prosedur otopsi lebih sulit dilakukan. Namun, dari sana masih bisa ditentukan jenis kelamin korban berdasarkan struktur tulang-tulang selangkangannya, ditentukan usianya berdasarkan umur tulang, tanda-tanda pertumbuhan tulang dan gigi, serta tinggi badan korban. Susunan dan tanda khas gigi geligi juga menjadi penanda yang penting dalam identifikasi korban.Teknik lain yang belakangan semakin populer adalah rekonstruksi wajah. Dimulai dengan membuat cetakan tengkorak, kemudiandengan tanah liat dibangun lapis demi lapis struktur wajah mengikuti kontur permukaan tengkorak. Jadilah wajah yang menyerupai wajah aslinya.Petugas forensik juga akan mencari waktu kematian korban. Tanda kematian yang terlihat salah satunya adalah rigor mortis, dari bahasa Latin yang berarti "kaku mayat". Proses ini terjadi akibat peristiwa kimiawi dalam tubuh di mana otot menjadi tegang dan kaku, yang dimulai dua jam setelah kematian sampai tubuh kaku sepenuhnya dalam 12 jam. Setelah 48 jam, tubuh menjadi lemas kembali.Penanda berikutnya adalah livor mortis atau "lebam mayat". Pada waktu korban mati, jantungnya berhenti memompa dan darah berhenti beredar, akibatnya sel-sel darah merah mengendap oleh karena gravitasi. Bagian tubuh terbawah atau yang menempel bumi menjadi lebam karena pengendapan sel-sel darah merah. Peristiwa ini dimulai sejak dua jam setelah kematian.