Find Us On Social Media :

Mengenang dr Mun'im Idries: Autopsi Harus Seizin Keluarga (3)

By Mohamad Takdir, Senin, 30 September 2013 | 15:25 WIB

Mengenang dr Mun'im Idries: Autopsi Harus Seizin Keluarga (3)

Dalam rangka mengenang dr. Mun'im Idries, Intisari menyajikan kembali artikel tentang beliau yang dimuat di edisi April 1994 dengan judul asli "Visum, Barang Bukti yang Tak Umum".Intisari-Online.com - Mengapa surat visum bisa menjadi ganti barang bukti dalam kasus kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan, atau nyawa manusia? Dalam kasus perkosaan, misalnya, korban tidak mungkin diperiksa berminggu-minggu sesudah kejadian, karena lukanya mungkin sudah sembuh.Lagi pula, adalah kewajiban mahasiswa kedokteran tingkat akhir berpraktek forensik selama 4 - 6 minggu. Semua dokter harus bisa mengautopsi, memeriksa mayat lewat 3 sistem (susunan saraf, kardiovaskular, dan sistem pernapasan), juga memberi keterangan hasil pemeriksaannya.Untuk pemeriksaan luar mungkin semua orang tidak merasa keberatan. Tapi, kalau sudah berhadapan dengan putusan autopsi, sering kali muncul keberatan dari keluarga korban. Putusan untuk melakukan autopsi tentunya diambil jika dirasakan perlu benar. Misalnya, dalam kasus pembunuhan. Dengan mengidentifikasi korban, meneliti sebab dan cara matinya, serta memberi kesimpulan, maka pelaku pembunuhan bisa dilacak. Autopsi juga tidak sembarangan diputuskan. Dokter akan menunggu keluarga dan meminta izinnya. Apabila tak ada izin dan keluarga tidak datang, dokter masih menunggu sampai 2 x 24 jam. Bedah mayat juga dilakukan pada kasus kematian tak wajar yang diduga akan berbuah penuntutan. Contoh yang pernah terjadi adalah kematian akibat serangan jantung. Karena korban meninggal di dalam mobil saat bepergian, ditambah data adanya keributan soal warisan keluarga, maka untuk memastikan, polisi memutuskan untuk meminta dokter forensik melakukan autopsi. Nyatanya, korban memang betul meninggal karena serangan jantung. Tidak ada unsur pembunuhan.(Bersambung)